Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) cq Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) meminta beberapa pihak untuk tidak melanjutkan proses validasi proyek karbon di Sumatera dan Kalimantan.
Hal itu dikarenakan proses validasi yang dilakukan tidak sesuai dengan regulasi pemerintah Republik Indonesia.
Dirjen PHL KLHK Agus Justianto menjelaskan bahwa seluruh proyek karbon sedang dievaluasi oleh KLHK.
Sebagian telah memenuhi kewajiban dan kepatuhannya. Sebagian lainnya masih dalam proses menuju kepatuhan.
Secara hukum, seluruh proyek karbon, harus sejalan dan tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan peraturan-peraturan yang mendasarinya berkaitan dengan kehutanan dan perubahan iklim.
Menurut Agus KLHK terus mengikuti langkah kerja semua pihak dan senantiasa melakukan pembinaan kepada setiap dunia usaha, masyarakat dan organisasi masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan karbon.
Hal itu dilakukan agar pihak yang terlibat dalam pengelolaan karbon bukan hanya dapat memanfaatkan SDA dengan sebaik-baiknya juga terlaksana sesuai dengan yang seharusnya.
Dalam hal setelah dilakukan pembinaan masih terjadi pelanggaran sebagaimana dimaksud diatas, maka dapat dijatuhkan sanksi yang tegas.
Hal ini sejalan dengan perintah Menteri LHK kepada jajaran KLHK untuk melakukan evaluasi setiap langkah setiap waktu tentang aktivitas karbon di masyarakat.
“Bahwa jika capaian NDC RI meleset karena terjadinya double counting, maka akan membawa kesulitan besar bagi Indonesia dan bagi dunia; itu berarti upaya menjaga suhu bumi menjadi termanipulasi,” kata Agus, Senin 11 April 2022.
“Dalam hukum Indonesia, mengambil sesuatu dari hutan Indonesia dengan cara melanggar aturan juga merupakan perbuatan melawan hukum. Kita tidak bisa main-main dengan ini dan jangan dianggap remeh, karena bisa membawa pada bencana. Ini pesan utama Menteri LHK Ibu Siti Nurbaya,” ungkap Agus yang juga salah satu penanggung jawab teknis FoLU Net Sink 2030 Indonesia.
Agus menekankan kepatuhan hukum terhadap tata kelola dan tata laksana karbon oleh semua pihak, baik itu dari dalam negeri maupun dari luar negeri, merupakan suatu kewajiban yang mutlak untuk kita tegakkan bersama.
Pemerintah, katanya tetap membuka ruang yang cukup bagi semua pihak, termasuk masyarakat, kelompok masyarakat hutan dan pebisnis, untuk tetap bisa menjalankan rencana-rencana bisnisnya dalam pemanfaatan nilai ekonomi karbon secara berkelanjutan, namun tetap berada dalam aturan pemerintah Republik Indonesia. ***