Publik sangat antusias untuk mempelajari nilai ekonomi karbon (NEK). Ini membuktikan adanya komitmen untuk penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) di Indonesia sekaligus untuk mengintip peluang yang terbuka dengan adanya NEK.
Antusiasme publik pada NEK terlihat dari banyaknya peserta yang mengikuti Belantara Learning Series Episode 2: Nilai Ekonomi dan Pendugaan Karbon Hutan secara online, Rabu 16 Maret 2022.
Kegiatan tersebut merupakan kolaborasi antara Belantara Foundation, Prodi Manajemen Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan, dan PT Gaia Eko Daya Buana.
“Peserta terdaftar mencapai 700 orang ini membuktikan tingginya antusiasme mempelajari NEK dan komitmen Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca,” kata Direktur Eksekutif Belantara Foundation Dolly Priatna.
Hadir pada kegiatan tersebut peserta dengan berbagai latar belakang mulai dari akademisi, peneliti, pemerintah, mahasiswa, hingga pelaku usaha dari Aceh hingga Papua.
Dolly menjelaskan isu tentang karbon hutan sudah mengemuka saat konferensi perubahan iklim di Bali 15 tahun lalu. Saat itu diluncurkan skema pengurangan emisi GRK dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD).
“Seiring dengan perkembangan isu karbon bukan hanya berpotensi mendukung komitmen penurunan emisi GRK tapi juga bisnis yang potensial,” katanya.
Potensi bisnis ini tidak hanya bisa dimanfaatkan oleh pengusaha yang memiliki Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dari pemerintah tapi juga oleh masyarakat yang mengelola hutan berupa hutan adat, Hutan Kemasyarakatan, atau pola pengelolaan hutan lainnya.
“Untuk itu kami menggelar diskusi ini untuk membantu masyarakat memahami perkembangan regulasi, memahami konsep menghitung dan menduga karbon di dalam hutan,” kata Dolly.
Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Pakuan Profesor Soewarto Hardhienata menyatakan Belantara Learning Series sangat membantu dalam peningkatan kapasitas bagi praktisi dan peneliti bidang pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.
Menurut Soewarto, isu tentang perubahan iklim sudah lama mencuat di Negara maju seperti Jerman. Isu perubahan iklim bahkan sudah menjadi isu strategis.
Untuk itu Soewarto meminta agar kegiatan yang membahas tentang perubahan iklim dan karbon bisa dilakukan secara rutin.
“Ini harus menjadi kegiatan rutin untuk Prodi Manajemen Lingkungan Universitas Pakuan. Sangat bermanfaat bagi dosen maupun mahasiswa,” katanya. ***