Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) tetap berkomitmen untuk menyalurkan dana kegiatan berbasis masyarakat dengan total anggaran sebesar Rp1,67 triliun.
Sekretaris Jenderal Kementerian LHK Bambang Hendroyono mengatakan efektivitas penyalurannya diberikan kepada 327 kabupaten maupun kota terpilih mulai Maret 2023.
“Angka Rp1,67 triliun itu berbasis masyarakat yang kami harapkan terus menerus meningkat setiap tahun. Dana tersebut ada pada setiap unit eselon I untuk semua kegiatan yang berbasis masyarakat,” katanya dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IV DPR yang dipantau melalui Youtube, Senin, 6 Februari 2023.
Ia memaparkan Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) mengalokasikan dana sebesar Rp31,52 miliar yang dialokasikan untuk fasilitas UMKM untuk kegiatan sistem verifikasi legal kayu, patroli keamanan hutan bersama masyarakat dalam rangka pengelolaan hutan lestari, fasilitasi dan pembiayaan pemanfaatan hutan, hingga fasilitasi pembinaan kesatuan pengelola hutan menuju masyarakat sejahtera dan hutan lestari.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) sebesar Rp918,52 triliun untuk rehabilitasi hutan dan lahan di wilayah ibu kota negara (IKN) Nusantara dan daerah aliran sungai sekitarnya, penanaman rehabilitasi hutan (RHL), pemeliharaan tanaman RHL P1, pemeliharaan tanaman RHL P2, bibit berkualitas, bibit produktif kebun bibit rakyat hingga pemeliharaan rehabilitasi pesisir.
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) sebesar Rp183,42 miliar yang dialokasikan untuk fasilitasi usaha ekonomi produktif, peningkatan usaha unit kemitraan konservasi, pengembangan kapasitas kelompok masyarakat wisata alam, patroli bersama masyarakat; pemulihan ekosistem daratan di kawasan konservasi, ekosistem esensial, hingga koridor kehidupan liar.
Untuk Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kementerian LHK sebesar Rp9,47 miliar dengan alokasi untuk fasilitasi pembentukan kelompok tani hutan mandiri, fasilitasi pembentukan wanawiyata widyamarya, hingga pelatihan vokasi tenaga teknis bidang lingkungan hidup dan kehutanan.
Sedangkan Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) dengan alokasi senilai Rp37,08 miliar untuk program Bang Pesona dan alat ekonomi produktif, kelompok usaha perhutanan sosial yang ditingkatkan menjadi kelas gold atau platinum.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 (PSLB3) sebesar Rp72,95 miliar untuk pembangunan fasilitas pengolahan limbah B3, pembangunan fasilitas pengolahan emas tanpa merkuri, pembangunan fasilitas penanganan sampah di lokasi prioritas, motor sampah, penyediaan fasilitas pengelolaan sampah spesifik hingga pembinaan dan fasilitasi bank sampah.
Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) sebesar Rp109,85 miliar untuk instalasi pengolahan air limbah di DAS Citarum, pemulihan lahan berkas pertambangan rakyat, penanggulangan pencemaran dan kerusakan pesisir serta laut, fasilitasi desa mandiri peduli gambut, pemulihan lahan gambut terdegradasi milik masyarakat, pemulihan padang lamun ataupun juga terumbu karang.
Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) sebesar Rp182,80 miliar dengan rincian sumur bor, sekat kanal, revitalisasi sumber mata pencaharian dan ekonomi masyarakat, penanaman rehabilitasi mangrove, desa mandiri peduli gambut, hingga desa mandiri peduli mangrove.
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) sebesar Rp125 miliar untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan, penanggulangan kebakaran hutan dan lahan melalui pemadaman darat.
Kemudian Badan Standarisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK sebesar Rp3,80 miliar yang digunakan untuk pengelolaan kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK).
“Seperti inilah kegiatan kami berbasis rakyat dan penyaluran serta bimbingan teknisnya bagian dari sini, termasuk PPI mengarah pada kebakaran hutan dan lahan serta pemadaman,” katanya.
“Jadi, bagian awal untuk menunjukkan semua komitmen eselon I sebesar Rp1,67 triliun untuk kegiatan besar dari pagu besar dengan kegiatan yang memang tidak bisa lepas dari proses yang ada,” demikian Bambang Hendroyono. ***