Pengelolaan hutan lestari adalah jawaban dalam pemulihan kesehatan dan perekonomian global pasca pandemi Covid-19 serta masa depan dunia yang berkelanjutan.
Demikian penegasan Seoul Forestry Declaration yang dihasilkan dari XV World Forestry Congress (WFC) di Seoul, Republik Korea, yang ditutup, Jumat 6 Mei 2022.
Pada kongres tersebut Indonesia mempromosikan Rencana Operasional Indonesia’s FoLU Net Sink 2030, sebuah komitmen untuk memastikan sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and Other Land Use/FoLU) tetap mendukung kesejahteraan masyarakat dan pengendalian perubahan iklim.
Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto mengatakan Indonesia’s FoLU Net Sink bertujuan untuk mencapai kondisi dimana pada tahun 2030 penyerapan gas rumah kaca dari sektor FoLU sudah sama atau lebih tinggi dibandingkan emisinya.
“Rencana Operasional Indonesia’s FoLU Net Sink 2030 memaparkan langkah-langkah kongkret yang akan dilakukan untuk mencapai komitmen tersebut,” kata dia.
Pencapaian Indonesia’s FoLU Net Sink dilakukan dengan beberapa kebijakan dan kegiatan utama, yaitu pencegahan deforestasi dan degradasi hutan; pembangunan hutan tanaman; pengelolaan hutan lestari; rehabilitasi hutan dan lahan; pengelolaan gambut dan mangrove; dan konservasi keanekaragaman hayati.
Indonesia’s Net Sink FoLU 2030 akan berkontribusi sebesar 60% dari target pengurangan emisi GRK Indonesia yang diharapkan bisa mencapai Net Zero pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Promosi Indonesia’s Net Sink FoLu 2030 disampaikan Delegasi Indonesia dalam berbagai kesempatan perhelatan World Forestry Congress, termasuk saat melakukan pertemuan bilateral dengan Delegasi Republik Korea.
Dalam pertemuan tersebut kedua delegasi menyepakati untuk bekerja sama lebih erat di bidang pengelolaan hutan lestari.
Sekitar 10.000 peserta dari 146 Negara hadir pada kongres yang berlangsung selama sepekan itu. Peserta kongres berasal dari kalangan pemerintah, akademisi, dunia usaha, kalangan muda, masyarakat adat, dan LSM.
Kongres yang diselenggarakan di bawah supervisi badan PBB yang mengurus pangan dan pertanian, FAO, itu diselenggarakan setiap 6 tahun sekali. Kongres pertama diselenggarakan di Indonesia pada tahun 1973.
Dalam acara penutupan tersebut, Turki menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah pada World Forestry Congress berikutnya.
Pada penutupan kongres Deputy Director FAO Maria Helena Semedo mengajak semua pihak untuk meningkatkan peran hutan dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s) dan pemulihan kesehatan dan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
Semedo mengatakan hutan memiliki peran penting untuk menyediakan bahan pangan berkelanjutan, air bersih, udara segar, dan menjadi jawaban atas krisis iklim dan keanekaragaman hayati.
Kongres juga mengumumkan diluncurkannya skema-skema kemitraan baru untuk mendukung pengelolaan hutan lestari seperti the Assuring the Future of Forests with Integrated Risk Management mechanism (AFFIRM) dan the Sustaining an Abundance of Forest Ecosystems (SAFE).
Kongres juga mengumumkan seruan penggunaan produk kayu lestari secara global. Pemanfaatan kayu lestari menjadi jawaban untuk pencapaian komitmen pengurangan emisi GRK setiap Negara seperti yang diatur dalam Persetujuan Paris (Paris Argreement).
Menteri Kehutanan Republik Korea Byeong-Am Choi mengatakan pemanfaatan kayu berkelanjutan termasuk kembali memanfaatkan produk kayu untuk konstruksi bangunan. ***