Meski menghadapi fenomena El Nino pada tahun 2023, Indonesia sukses mengendalikan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Capain tersebut merupakan hasil dari proses panjangan merancang solusi permanen karhutla yang meliputi meliputi sistem dan monitoring, pengendalian operasional lapangan dan pengawasannya termasuk pertimbangan sosiologis dan keterlibatan erat masyarakat serta tata kelola landscape.
“Pengendalian kebakaran hutan dan lahan di masa El Nino tahun 2023 dapat dijadikan lesson learned kita bersama dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan,” ungkap Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya, saat membuka Workshop Pembelajaran Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di masa El Nino Tahun 2023 di Jakarta, Jumat, 31 Mei 2024.
Siti mengungkapkan bahwa setelah kejadian karhutla 2015, dimensi-dimensi pengendalian karhutla mulai muncul. Lahir lembaga baru pengelolaan gambut yaitu Badan Restorasi Gambut (BRG). Penanganan bencana mulai terdefinisi, kemudian telah ada ruang lingkup kesepakatan penanganan lapangan, tersedianya alat ukur lapangan, teknik sekat kanal, kesiapan embung, sumur bor untuk menaikkan watertable, pengendalian teknik preparasi lahan oleh swasta, dan integrasi kerja kebijakan operasional dan lapangan.
Hasilnya, sebagai perbandingan, tahun 2023 yang lalu Indonesia bisa menurunkan luas karhutla sebesar kurang lebih 488.064,65 Ha atau sebesar 29,59% dibandingkan dengan tahun 2019.
Begitu juga perbandingan akumulasi hotspot tahun 2023 dan 2019, terdapat penurunan hotspot 15.961 Titik (59,92%). Selain itu, emisi dari karhutla tahun 2023 sebesar 182.714.440 terdapat penurunan emisi sebesar 421.091.134 ton CO2e (69,74%).
Padahal menurut BMKG, Tahun 2023 intensitas El Nino lebih kuat bila dibandingkan dengan El-Nino pada Tahun 2019.
Dikatakan Menteri LHK, integrasi sistem, kelembagaan, penguasaan hubungan kausalitas antar persoalan dan antar kebijakan serta leadership yang kuat dari Presiden Jokowi dan konsistensi yang kuat yang mengantarkan kita kepada keberhasilan menangani karhutla yaitu dengan pilar: sistem dan monitoring, pengendalian operasional lapangan/kawasan dan pengawasannya termasuk pertimbangan sosiologis dan keterlibatan erat masyarakat serta tata kelola landscape.
Dalam manajemen pengendalian Karhutla, saat ini Indonesia telah memiliki upaya pengendalian Karhutla secara permanen melalui tiga pilar yaitu Analisis Iklim dan Langkah (Monitoring cuaca, analisis wilayah dan modifikasi cuaca); Pengendalian Operasional (Satgas Terpadu, deteksi dini, Poskotis Lapangan, Kesiapan Pemadaman Darat dan Udara, Penegakan Hukum dan Masyarakat Peduli Api), Pengelolaan Landscape (Praktisi konsesi/dunia usaha, pertanian tradisional tanpa bakar lahan, dan pengendalian pengelolaan gambut.
“Tiga pilar ini menjadi kokoh dengan peristiwa karhutla di akhir 2019, dengan karhutla yang cukup berat El nino pada saat itu. Dan dibuktikan dengan pengendalian El nino di 2023 yang bisa dikendalikan dengan baik. Itu adalah karya semua pihak, aparat, masyarakat, dunia usaha, dan akademisi,” tambah Siti Nurbaya.
Ke depan, menurut Siti tantangannya adalah menjaga konsistensi langkah kebijakan dan operasional serta segala dukungan dengan kendali dan leadership yang kuat, menjaga tatanan kelembagaan yang sudah ada; pertahankan sistem dan format yang sudah berjalan; perkuat hal-hal yang harus menjadi perhatian yaitu tingkat usaha tani bagi small holders, praktek tata kelola paludicture; stick pada instrumen pengukuran tinggi muka air tanah atau watertable dan semakin baik bekerja Bersama masyarakat lokal dan small holders. Perkuat tatanan pengendalian di tingkat desa.
Untuk itu, Menteri Siti berharap semua pihak dan daerah senantiasa harus tetap siap siaga dan meningkatkan usahanya untuk melakukan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan. “Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala langkah kita dalam upaya menjaga lingkungan, agar bumi kita tetap hijau, langit kita tetap biru tanpa kabut asap kebakaran hutan dan lahan,” pungkasnya. ***