Pemerintah memperkuat langkah cepat dalam merespons peningkatan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau.
Wakil Menteri Kehutanan (Wamenhut) Sulaiman Umar memimpin kunjungan lapangan bersama Kepala BNPB dan perwakilan lintas kementerian untuk meninjau langsung titik-titik karhutla sekaligus memperkuat koordinasi lintas sektor di daerah terdampak.
Berdasarkan data Sistem Pemantauan Karhutla (SiPongi) Kementerian Kehutanan hingga 20 Juli 2025, tercatat 4.449 titik panas di Riau, dengan konsentrasi tertinggi di Kabupaten Rokan Hilir, Rokan Hulu, dan Dumai. Sebaran asap sempat terdeteksi lintas batas pada 19 Juli, namun kembali membaik keesokan harinya.
“Kondisi iklim dan cuaca saat ini menuntut kewaspadaan kolektif. Semua pihak harus meningkatkan kesiapsiagaan dan memperkuat sinergi untuk mencegah dan menanggulangi karhutla,” tegas Wamenhut Sulaiman Umar di sela-sela kunjungan.
Pemerintah telah mengintensifkan patroli terpadu yang melibatkan Manggala Agni, TNI, Polri, serta Masyarakat Peduli Api (MPA).
Patroli aktif dilakukan dari 9 posko di berbagai kabupaten, seperti Kampar, Siak, Bengkalis, dan Indragiri Hilir. Selain itu, patroli mandiri juga digerakkan di 19 desa prioritas rawan karhutla.
Sebagai langkah mitigasi, Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) telah dilakukan oleh BNPB dan BMKG bersama mitra strategis.
Hingga saat ini, dua tahap OMC telah menjatuhkan total 12.600 kg garam (NaCl) untuk memicu hujan buatan di wilayah rawan. Program ini akan diperluas ke provinsi lain seperti Jambi, Kalbar, dan Kalteng.
Karhutla Riau tahun ini banyak terjadi di lahan gambut yang sangat rentan terbakar. Dari total luasan terdampak seluas 751 hektare pada periode Januari–Mei 2025, sebanyak 96 persen merupakan tanah gambut.
Selain merusak ekosistem, kebakaran lahan gambut berpotensi menghasilkan emisi karbon tinggi yang berdampak terhadap krisis iklim global.
Upaya pemadaman masih berlangsung secara intensif, melibatkan Manggala Agni, Brigade Pengendalian Kebakaran Dinas Kehutanan, BPBD Riau, serta dukungan personel dari TNI, Polri, dan perusahaan milik negara seperti Pertamina Hulu Rokan (PHR).
“Kami terus memantau situasi di lapangan. Diperlukan kolaborasi kuat lintas sektor agar upaya ini benar-benar efektif dalam melindungi masyarakat dan lingkungan,” ujar Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan, Januanto. ***



