Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya mengungkapkan Lembaga Konservasi berperan sangat penting untuk mendukung pengelolaan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL). Di sisi lain, LK juga bisa berkontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).
“LK seperti kebun binatang baik yang besar maupun kecil, Public Service Obligation-nya sangat kuat, utamanya untuk melindungi dan melestarikan (TSL), serta edukasi kepada masyarakat,” Â kata Menteri Siti saat membuka workshop Peran LK Dalam Mendukung Upaya Penyelamatan TSL Serta Penurunan Emisi di Jakarta, Selasa, 30 Januari 2024.
Lembaga Konservasi (LK) merupakan mekanisme pengelolaan satwa di luar habitat (ex-situ) yang dilakukan untuk mendukung pengelolaan TSL di dalam habitatnya (in-situ).
_________
Menurut Menteri, LK untuk kepentingan umum memiliki fungsi penting yang menyatukan elemen konservasi, pendidikan, dan rekreasi yang sehat. Selain aspek konservasi, LK juga memiliki aspek komersil yang memerlukan perizinan dari pemerintah. Menteri Siti menerangkan bahwa izin tersebut adalah otoritas dari negara kepada manajemen operasional LK.
“Kalau kita lihat bahwa wildlife belong to the state atau milik negara, artinya ada constitusional rights untuk rakyat dan negara. Apabila diberikan izin maka menjadi operational rights, dan apabila izin dengan segala persyaratannya dipenuhi hingga beroperasi menimbulkan nilai ekonomi, maka jadi economic rights yang manfaatnya dapat diterima oleh masyarakat secara finansial maupun sosial,” jelas Menteri Siti.
Pada kesempatan tersebut Menteri Siti menyampaikan bahwa selain pengelolaan TSL, LK juga berpotensi memiliki nilai ekonomi karbon dimana tutupan vegetasi yang ada di areal Lembaga Konservasi dapat mengurangi emisi GRKjuga menyimpan dan menyerap karbon. “Dan bahkan kita bisa mengembangkan nilai-nilai pembeda dari aktivitas lembaga konservasi dengan High Conservation Value yang relevan dengan substansi karbon,” ungkap Menteri Siti.
Menteri Siti menyampaikan lebih lanjut kepada peserta workshop, bahwa saat ini KLHK tengah mengimplementasikan FoLU Net Sink 2030 yang selaras dengan target dan tujuan pada Kunming Montreal Biodiversity Global Framework, Convention Biological Diversity (CBD). “Dalam ruang lingkup FoLU Net Sink 2030, konservasi keanekaragaman hayati menjadi aksi mitigasi, misalnya melalui intervensi dalam pembinaan populasi dan habitat,” jelas Menteri Siti.
Lebih lanjut, pemanfaatan nilai ekonomi karbon dari sisi status lahan di LK yang secara umum menjadi hak milik, berpeluang dikembangkan skema karbon melalui program-program Aforestasi, Rehabilitasi, dan Reboisasi (ARR). Skema karbon di Lembaga Konservasi juga dapat menjadi peluang pendapatan (financial additionality) untuk mendukung pengelolaan satwa yang lebih baik dan memenuhi standar mutu. Tentu perlu exercise dan perumusan metodologi yang tepat terlebih dahulu.
“Dari sinilah dapat dilihat keterkaitan erat antara perubahan iklim dengan keanekaragaman hayati, krisis iklim dapat mengubah habitat, mengganggu proses ekologis, dan meningkatkan risiko kepunahan TSL,” terang Menteri Siti.
Saat ini tercatat 82 unit LK untuk kepentingan Umum yang teregister di KLHK. Namun demikian, Menteri Siti menyadari bahwa belum semua LK mempunyai sarana prasarana dan sumber daya yang memadai dalam pengelolaan TSL.
Menteri Siti menuturkan, perlu dibangun sebuah konsep Akademia Konservasi dimana para staf pengelola dapat memperoleh ilmu dan pengetahuan dalam pengelolaan satwa. Kemudian, pengetahuan dan sumber daya manusia yang profesional di bidangnya antara lain seperti kurator, keeper, studbook keeper, dan penggunaan teknologi pengembangbiakan dapat berbagi pengetahuan dengan LK lain, penangkar atau bahkan petugas-petugas konservasi di lapangan.
Dirinya juga menegaskan bahwa dari banyaknya peran dan fungsi penting yang diemban oleh LK, menuntut agar lembaga ini dikelola secara profesional, menyediakan sarana prasarana representatif, serta staf pengelola yang memiliki keahlian di bidangnya. ***