Solusi permanen yang dikembangkan berhasil mengatasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada tahun 2022 meski kejadian tetap ada.
Untuk tahun 2023 tantangan pengendalian karhutla akan meningkat karena curah hujan diprediksi lebih rendah.
“Terimakasih kepada semua pihak, baik di pusat maupun daerah, bahwa pada Tahun 2022 kita sudah melalui dengan baik. Masih ada catatan kejadian karhutla, tetapi masih dapat diatasi dengan baik,” ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat memimpin Rapat Koordinasi Teknis Pengendalian Karhutla dan Antisipasi Musim Kemarau Tahun 2023 di Jakarta, Rabu 28 Desember 2022.
Pada Rakornis juga hadir BMKG, BNPB, BRGM, BRIN, TNI, POLRI, jajaran KLHK serta akademisi.
Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan dalam Rakornis merangkum berbagai evaluasi dan masukan dari para pihak terkait, termasuk prediksi iklim di Tahun 2023 dan menyiapkan langkah-langkah untuk mengantisipasinya.
“Dalam rapat ini, saya ingin merangkum berbagai informasi, hal-hal yang dilalui dan prediksi di tahun depan. Dari rangkuman rapat ini, kami akan rangkum dan melaporkan kepada Bapak Menko Polhukam, untuk kemudian diteruskan kepada Bapak Presiden, dan mengusulkan untuk dilakukan Rapat Koordinasi Nasional,” kata Menteri Siti.
Selanjutnya, Menteri Siti menyampaikan 5 instrumen berkaitan dengan solusi permanen pengendalian karhutla, yaitu sistem pemantauan hotspot dan operasi; Teknik Modifikasi Cuaca (TMC); Operasi Lapangan/Patroli; Landscape management gambut dan law enforcement; serta livelihood dan kesejahteraan masyarakat.
Pada kesempatan tersebut, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, menyampaikan kondisi ENSO dan IOD 2023 diprediksi pada fase netral. Curah hujan tahunan 2023 diprediksi umumnya pada kategori normal, dan akan sedikit lebih rendah dibanding tahun 2022.
Berdasarkan kondisi iklim hingga Juni 2023, secara umum potensi rendah untuk kejadian titik api. Perlu diwaspadai kemarau 2023 (Agustus-September) yang dapat lebih besar potensi karhutlanya dibanding saat kemarau basah di tahun 2020-2022.
“Secara khusus, perlu diwaspadai potensi karhutla di wilayah utara Sumatera, yaitu Sumut, Riau dan Aceh pada Februari 2023,” katanya.
Sementara itu, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) dalam laporannya menyampaikan perbandingan hotspot tahun 2021 dan 2022.
Berdasarkan satelit Terra/Aqua (NASA) dengan confident level diatas 80%, terdapat 1.297 titik hotspot pada 1 Januari-28 Desember 2022). Pada periode yang sama tahun 2021 jumlah hotspot sebanyak 1.278 titik.
“Terdapat kenaikan jumlah hotspot sebanyak 19 titik atau 1,49 persen,” katanya.
Sementara, luas karhutla periode tahun 2022 terdapat penurunan akumulasi luas karhutla sebesar kurang lebih 154.180 hektar (42,96%) dibanding periode tahun 2021. ***