Pelaku usaha kini punya peluang lebih besar dalam pemanfaatan hutan seiring dengan perubahan filosofi bisnis kehutanan.
Pendekatan multiusaha kehutanan memungkinkan pelaku usaha memanfaatkan seluruh potensi yang ada berupa kayu, hasil hutan bukan kayu (HHBK) maupun jasa lingkungan dan karbon.
Implementasi teknologi digital juga menjadi insentif untuk meningkatkan efektivitas dan efisiesi dalam pemanfaatan hutan.
Demikian dinyatakan Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto di Jakarta, Jumat 7 Januari 2022.
Menurut Agus, izin pemanfaatan hutan produksi yang sebelumnya berbasis produk saat ini berubah menjadi berbasis kegiatan dan bersifat multiusaha.
“Artinya dalam satu Perizinan Berusaha
Pemanfaatan Hutan Produksi dapat memanfaatkan
seluruh potensi yang ada, baik itu berupa kayu, hasil
hutan bukan kayu, maupun jasa lingkungan termasuk
karbon dengan pendekatan landscape,” kata dia saat Pisah Sambut Pengurus Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia.
Perubahan filosofis pemanfaatan hutan itu telah dipayungi dengan Undang-undang No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) dan peraturan turunannya.
Berdasarkan ketentuan tersebut pemanfaatan hutan kini berbentuk Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang memeri keleluasaan bagi pemegang izin untuk memanfaatkan potensi hutan secara lestari.
Agus juga menyatakan proses bisnis pemanfaatan hutan kini telah berbasis digital. “Ini berarti proses pelayanan pemanfaatan hutan mulai dari perencanaan, perizinan, pemanfaatan, peredaran, dan pemasaran dilakukan secara digital,” katanya.
Menurut dia dengan berbasis digital maka akan ada efkisiensi dan efektivitas pelayanan dari KLHK, akan mengurangi potensi ekonomi biaya tinggi, bebas korupsi, ada kemudahan dan lebih transparan kepada publik.
Agus menyatakan dengan kebijakan yang diterapkan tersebut maka kinerja sektor pemanfaatan hutan bisa semakin ditingkatkan.
Sebagai gambaran, pada tahun 2021 kinerja pemanfaatan hutan sangat positif meski masih ada pandemi Covid-19.
Produksi kayu bulat tercatat sebesar 51,81 juta M3 atau tumbuh 5,98%, produksi kayu olahan sebesar 43,8 juta M3 (tumbuh 3,91%), dan produksi hasil hutan bukan kayu (HHBK) sebesar 651 ribu ton (tumbuh 30,31%)
Sementara dari sisi nilai ekspor produk kehutanan pada Kuartal IV 2021 meningkat 25,37% dibandingkan 2020 mencapai 13,85 milyar dolar AS. Sedangkan Nilai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada
Kuartal IV 2021 meningkat 7,76% mencapai Rp2,54 triliun.
“Pencapaian kinerja tersebut tidak lepas dari dukungan APHI. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut Agus juga menjelaskan soal kebijakan pemerintah yang mencabut 192 izin kehutanan seluas 3,1 juta hektare.
Menurut Agus, pencabutan tersebut merupakan bagian dari pembenahan tata kelola. Dia menyatakn areal eks pencabutan terbuka bagi calon investor yang memang memiliki komitmen dan kredibel untuk menyejahterakan rakyat dan menjaga kelestarian alam.
Sementara itu Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo menjelaskan pihaknya siap merespons tuntutan perkembangan bisnis kehutanan dan dinamika terkait terbitnya UUCK.
Berdasarkan komitmen tersebut telah terbentuk kepengurusan APHI 2021-2026 yang dibentuk berdasarkan tiga pendekatan. Pertama pembaharuan terkait dengan semangat mendorong konfigurasi bisnis baru kehutanan dalam bentuk multiusaha kehutanan; Kedua, keberlanjutan untuk meningkatkan kinerja apa yang sudah dicapai, dan Ketiga, adalah penyegaran, yang merupakan bagian dari upaya regenerasi dan menyiapkan kader-kader APHI untuk masa mendatang.
“Dengan pendekatan tersebut, maka dalam susunan Dewan Pengurus saat ini, akan terlihat wajah-wajah baru, yang jumlahnya hampir 50 %, yang diharapkan memberikan angin segar dan merefleksikan penyiapan regenerasi kepengurusan untuk masa mendatang,”katanya.
Pada kepengurusan Dewan Pengurus periode ini, pendekatan dan pengarusutamaan gender juga mendapat ruang yang cukup luas dan meningkat cukup signifikan dibandingkan periode yang lalu. ***