Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan hutan mangrove memiliki potensi karbon biru atau blue carbon yang cukup tinggi meliputi biomassa pada permukaan dan sedimen mangrove maupun biomassa di bawah permukaan.
Karbon biru berpotensi mengakselerasi pencapaian komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca yang secara jelas telah dinyatakan dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).
Untuk itu upaya-upaya restorasi mangrove secara kolaboratif dengan melibatkan seluruh stakeholder, termasuk dunia usaha perlu dilakukan.
“Pengembangan ekosistem pesisir dan restorasi mangrove menjadi salah satu solusi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam mendukung upaya pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca,” ujarnya dalam diskusi bertajuk restorasi mangrove sebagai solusi perubahan iklim nasional, Jumat 30 September 2022.
Karbon biru adalah karbon yang diserap dan disimpan oleh laut dan ekosistem pesisir. Biomassa berupa daun, batang, dan akar, serta sedimen mangrove dan padang lamun mampu menyimpan karbon empat sampai lima kali lebih besar dari hutan daratan.
Agus menjelaskan karbon biru dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama, berbeda dengan karbon hijau dari hutan yang disimpan pada tumbuhan hijau selama puluhan tahun saja.
Menurutnya, penanganan dampak perubahan iklim menjadi lebih efektif jika pengembangan karbon hijau dari hutan dapat diikuti dengan pengelolaan dan pemanfaatan karbon biru dengan baik.
Indonesia sangat serius dalam melestarikan hutan mangrove melalui reforestasi dan juga restorasi yang dimulai sejak tahun 2010 sampai sekarang.
Pada 2020 lalu, kegiatan perlindungan ekosistem pesisir telah menjadi kegiatan strategis dalam proses pemulihan selama masa pandemi COVID-19, antara lain berupa kegiatan padat karya penanaman mangrove di 34 provinsi di Indonesia.
“Program padat karya mampu meningkatkan ekonomi masyarakat selama pandemi. Gerakan reforestasi mangrove dilakukan dengan melibatkan seluruh aspek pemerintahan, lembaga swadaya masyarakat, dan juga pihak swasta melalui program CSR pada tingkat pusat dan daerah,” kata Agus.
Mangrove yang sehat tidak hanya memberikan jasa perlindungan pesisir pantai, namun juga berperan dalam menjaga keberlangsungan ketersediaan sumber makanan. Konsumsi protein dari makanan laut, seperti ikan, udang, kemudian kepiting erat kaitannya dengan keberadaan hutan mangrove sebagai tempat pemijahan biota laut.
Pelestarian hutan mangrove juga seiring dengan upaya perlindungan keanekaragaman jenis mangrove.
Kegiatan perlindungan dan restorasi mangrove tidak hanya meningkatkan ketersediaan sumber daya perikanan, namun juga memperbaiki kualitas perairan pesisir, serta meningkatkan ketersediaan sumber mata pencaharian alternatif, seperti ekowisata dan mangrove kompleks yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan data One Map Mangrove Indonesia yang digunakan sebagai pijakan kerja pemerintah Indonesia, areal mangrove di Indonesia mencakup luasan 3,3 juta hektare. Fakta itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ekosistem mangrove terbesar di dunia.
Luasan hutan mangrove yang dimiliki Indonesia merupakan 20 persen dari total luasan mangrove dunia yang mencapai 16,53 juta hektare. Dari luasan mangrove tersebut diperkirakan kandungan karbon hutan mangrove empat sampai lima kali lebih besar dari penyimpanan karbon di hutan daratan.
“Saat ini, mangrove belum dimasukkan ke dalam penghitungan target di bawah NDC maupun ambisi Indonesia di bawah LTS-LCCR. Memperhatikan ekosistem mangrove yang luas, maka pengelolaan ekosistem mangrove dapat menjadi potensial dalam mendukung aksi mitigasi perubahan iklim di Indonesia,” jelas Agus.
Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong pelaku usaha untuk berinvestasi dalam aksi restorasi mangrove supaya menghasilkan keuntungan dengan dampak nyata, terukur, dan positif bagi ekosistem mangrove dan masyarakat pesisir.
Kegiatan perlindungan, rehabilitasi, dan pengelolaan berkelanjutan ekosistem vegetasi di daratan, pesisir, dan lautan serta kontribusi potensial mengurangi emisi telah mengarah pada pengembangan kebijakan dan insentif keuangan untuk perlindungan dan pemulihan ekosistem.
Kerangka kebijakan dan pasar karbon untuk ekosistem karbon biru di lingkungan pesisir, dan sejauh mana ekosistem yang berbeda diakomodasi adalah salah satu upaya melindungi dan memulihkan ekosistem pesisir.
Dalam upaya memaksimalkan restorasi mangrove, Kadin Indonesia mengusung sinergitas multi pihak dalam pengelolaan mangrove di dalam negeri menggunakan pendekatan inklusif dan gotong royong.
“Kita bersyukur Indonesia dikarunia sumber daya alam mangrove yang berlimpah hampir di seluruh provinsi di Tanah Air. Kegiatan penyelamatan, pengembangan, dan berkelanjutan terutama mangrove hanya bisa berjalan apabila melibatkan seluruh stakeholders bersama-sama berkolaborasi dan berkomitmen untuk mencapai keberhasilan restorasi mangrove yang berkelanjutan,” kata Wakil Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kadin Indonesia Toddy Mizaabianto Sugoto. ***