Selasa, 22 Oktober 2024

Bahan Bangunan Kayu, Solusi Hijau Pembangunan Berkelanjutan

Latest

- Advertisement -spot_img

Penggunaan material kayu menjadi solusi paling hijau, untuk pembangunan berkelanjutan dan pengendalian perubahan iklim dari sektor konstruksi, dimana sektor ini merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) terbesar.

Untuk mendorong penggunaan material kayu dalam aktivitas konstruksi di berbagai belahan dunia, tersedia peluang pembiayaan melalui Green Climate Fund (GCF) yang sejak 10 terakhir berhasil menghimpun pendanaan sebesar 37,3 miliar dolar AS untuk proyek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Demikian beberapa topik yang mengemuka dalam pembahasan pertemuan tahunan ke-63 Komite Industri Kehutanan Berkelanjutan, Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, atau UN Food & Agriculture Organization-Advisory Committee on Sustainable Forest-based Industries (FAO-ACSFI) yang berlangsung di Seoul, Korea Selatan, Sabtu 30 April 2022 lalu, secara hibrid.

FAO-ACSFI yang beranggotakan wakil-wakil industri kehutanan dari 33 Negara itu bertugas memberikan masukan kepada Dirjen FAO berkaitan dengan penetapan kebijakan global di industri kehutanan.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo, yang juga Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI), mewakili Indonesia pada pertemuan tersebut.

Secara umum pertemuan ini membahas peran hutan dalam pengembangan bioekonomi, terutama yang terkait dengan pengelolaan hutan yang berkelanjutan serta perannya dalam implementasi Perjanjian Paris 2015 tentang Perubahan Iklim.

Melalui pendekatan bioekonomi diharapkan sumberdaya hutan akan tetap lestari, termasuk di dalamnya keanekaragaman hayati yang akan tetap terjaga, tanpa mengurangi nilai tambah ekonomi yang akan terus meningkat dari waktu ke waktu.

Pada salah satu sesi dibahas bagaimana peran material kayu sebagai solusi paling hijau dalam kegiatan konstruksi.

Mokena Makeka dari Dalberg Advisors, sebuah firma konsultan pembangunan hijau, memaparkan hasil kajian yang sedang dikerjakan bersama FAO.

Menurut Mokena aktivitas konstruksi global yang memanfaatkan material berupa baja, aluminium, semen dan cor bertanggung jawab pada 23% total emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Selain itu, emisi GRK yang bersumber dari energi terkait dengan sektor konstruksi berkontribusi sebanyak 40%.

Tantangan ke depannya akan semakin meningkat dan terlihat ada pertumbuhan sekitar 2,3% luas bangunan setiap tahunnya secara global. Dalam 40 tahun mendatang diperkirakan akan ada 230 miliar meter persegi bangunan yang akan dibangun.

Untuk mendukung pencapaian Paris Agreement maka 100% sektor konstruksi harus bisa mencapai net zero carbon pada tahun 2050. Saat ini, hanya 1% bangunan yang bisa mencapai target tersebut.

Untuk itu Dalberg Advisors bersama FAO menawarkan konsep Climate Smart Forest Economy. Konsep ini mendorong penggunaan produk kayu yang akan memicu kegiatan restorasi dan reforestasi.

Ada prinsip 3S dalam konsep tersebut. Pertama Substitution (mengganti) yaitu dilakukannya penggantian material yang tinggi emisi GRK dengan produk kayu. Kemudian Storage (menyimpan) artinya dengan menggunakan produk kayu berarti karbon yang terserap akan tetap tersimpan pada produk kayu yang digunakan, serta Sink (menyerap) yang berarti semakin banyak produk kayu yang digunakan semakin banyak juga karbon yang terserap dan tersimpan.

Pertemuan FAO-ACSFI juga membahas tentang Green Climate Fund (GCF) yang telah berlangsung sejak 10 tahun terakhir dan berhasil menghimpun total dana 37,2 miliar dolar AS, seperti dipapartkan oleh Ben Vickers, Land Use, Forests and Ecosystem Sector Senior Specialist GCF.

Dana tersebut digunakan untuk proyek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di banyak negara, antara lain untuk rehabilitasi mangrove, kegiatan agro-forestry bebas deforestasi, budidaya perikanan dan ekowisata, termasuk juga untuk mendorong penggunaan material kayu pada aktivitas konstruksi.

Pertemuan FAO-ACSFI ini digagas oleh Ewald Rametstainer dari Divisi Kehutanan FAO. Pada pertemuan itu, berbagai produk kehutanan dengan inovasi baru juga ditampilkan, terutama pemanfaatan serat kayu untuk beragam produk mulai dari bahan baku energi biomasa, kertas dan bubuk kertas hingga sistem komunikasi. Produk lainnya pun diperlihatkan seperti rayon untuk tekstil, komponen telefon seluler dan satelit dari kayu. Semuanya memakai filosofi keberlanjutan.

Pertemuan ke 63 FAO-ACSFI juga membahas topik-topik yang akan dibawa pada pertemuan Tingkat Menteri Committee on Forestry (COFO) FAO pada awal Oktober 2022 di Roma, Italia, serta pertemuan Perubahan Iklim COP-27 di Sharm El-Sheikh, Mesir pada November 2022 mendatang. ****

- Advertisement -spot_img

More Articles