Sejumlah jurnalis dari berbagai media nasional mengunjungi Persemaian Rumpin di Bogor sebagai bagian dari Workshop Jurnalis: Menguatkan Peran Media dalam Mendukung Agenda Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.
Kunjungan ini memberikan pemahaman langsung tentang peran strategis rehabilitasi hutan dan lahan dalam menyerap emisi karbon dan mendukung komitmen iklim nasional.
Persemaian Rumpin yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 2021 merupakan salah satu pusat pembibitan pohon terbesar di Indonesia, dengan kapasitas produksi mencapai 12 juta bibit pohon per tahun.
Persemaian ini menjadi tulang punggung program rehabilitasi hutan dan lahan (forest and land rehabilitation/FLR), restorasi ekosistem, dan reboisasi, yang merupakan bagian penting dalam strategi FOLU Net Sink 2030.
Sekedar menyegarkan kembali ingatan kita, arti FOLU Net Sink 2030. FOLU merupakan singkatan dari Forestry and Other Land Uses (Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lain). Net Sink berarti sektor kehutanan dan penggunaan lahan lain diharapkan menyerap lebih banyak emisi karbon dibandingkan yang dilepaskan. Target Indonesia adalah mencapai kondisi ini paling lambat tahun 2030, dengan penurunan emisi hingga -140 juta ton CO₂e (karbon dioksida ekuivalen).
“Persemaian Rumpin bukan sekadar pusat pembibitan, tapi juga pusat edukasi, konservasi, dan inovasi dalam pengelolaan bentang alam berkelanjutan,” ujar Heru Permana, Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung.
Heru menjelaskan bahwa bibit dari Rumpin telah dikirim ke berbagai daerah untuk merehabilitasi hutan kritis dan lahan terdegradasi, termasuk kawasan prioritas seperti daerah aliran sungai (DAS). Penanaman pohon secara besar-besaran dipandang sebagai solusi alami untuk menyerap emisi karbon dari atmosfer.
Hal senada disampaikan Haruni Krisnawati, Wakil Ketua II Satgas FOLU Net Sink 2030. Ia menekankan bahwa rehabilitasi lanskap berbasis vegetasi memiliki dampak besar terhadap penyerapan karbon dan pemulihan fungsi ekosistem. “Setiap pohon yang ditanam adalah bagian dari solusi iklim,” tegasnya.
Tak hanya memulihkan tutupan hutan, upaya ini juga dinilai mampu melindungi keanekaragaman hayati dan mengurangi risiko bencana terkait iklim seperti banjir dan kekeringan.
Dalam sesi diskusi, pakar komunikasi keberlanjutan yang juga Rektor UPNVJ Jakarta, Anter Venus, menekankan pentingnya narasi media yang berbasis data dan berorientasi solusi. “Media harus menunjukkan bahwa solusi iklim itu nyata dan sudah berjalan—seperti di Rumpin. Ini membangun optimisme publik,” jelasnya.
Venus juga menggarisbawahi bahwa edukasi publik tentang agenda FOLU Net Sink 2030 penting untuk mendorong partisipasi kolektif dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (greenhouse gas/GHG).
Ia menyebut komunikasi lingkungan yang persuasif dapat mempercepat pencapaian komitmen iklim Indonesia dalam kerangka Nationally Determined Contribution (NDC) dan Perjanjian Paris.
Dukungan sektor swasta juga mengemuka. Trisia Megawati dari Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) menyatakan bahwa pihaknya siap mendukung rehabilitasi melalui investasi hijau dan kolaborasi multipihak. “Nurseri perusahaan anggota APHI bukan hanya tempat pembibitan, tapi juga penopang utama upaya penanaman pohon di hutan produksi,” katanya.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Biro Humas dan Kerja Sama Internasional Kementerian Kehutanan, bekerja sama dengan UNDP Climate Promise, dan bertujuan memperkuat pemahaman jurnalis tentang agenda FOLU Net Sink serta mendorong peran aktif media dalam aksi iklim nasional. ***