Rabu, 20 November 2024

Genjot Multi Usaha Kehutanan, APHI Siapkan Learning Hub

Latest

- Advertisement -spot_img

Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) membentuk platform untuk memfasilitasi perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan berbagi informasi dan pengetahuan sehingga bisa mengakselerasi implementasi multi usaha kehutanan.

Platform learning hub ecosystem multi forestry business itu akan menjadi bagian Regenerative Forest Business Sub Hub (RFBSH) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.

“Adanya platform yang dikembangkan APHI diharapkan bisa lebih mendorong pengembangan multi usaha kehutanan dari yang dulu hanya berorientasi ke komoditas kayu ke komoditas lain seperti hasil hutan bukan kayu,” kata Sekjen APHI Purwadi Soeprihanto saat Focus Group Discussion di Jakarta, Selasa 14 Maret 2023.

Pengembangan multi usaha kehutanan merupakan amanat dari Undang-undang Cipta Kerja dan peraturan pelaksananya yang bertujuan untuk merekonfigurasi bisnis kehutanan dengan memanfaatkan potensi hasil hutan bukan kayu, ekowisata, dan jasa lingkungan.

Tujuannya adalah memicu naiknya nilai ekonomi hutan sekaligus peningkatan penyerapan tenaga kerja. Meski demikian, praktik implementasi multi usaha kehutanan ternyata membutuhkan banyak dorongan.

Peserta FGD Integrasi APHI Learning Hub-Multiforestry Business & Kadin Regenerative Forest Business/ dok. Kadin

Wakil Ketua Umum Bidang Multi Usaha Kehutanan APHI Dian Novarina menjelaskan praktik multi usaha kehutanan sesungguhnya sudah mulai berjalan di perusahaan-perusahaan anggota APHI.

“Multi usaha kehutanan sudah berjalan dalam skala kecil dan dalam skema CSR, jadi perlu ditingkatkan menuju real business,” katanya.

Dian menyatakan platform yang disiapkan APHI nantinya akan mencakup berbagai informasi seperti database komoditas, showcase, marketing, jejaring, dan financing.

Untuk lebih mendorong implementasi multi usaha kehutanan nantinya akan disiapkan pilot project di beberapa titik yang bisa menjadi percontohan untuk praktik di lapangan, juga  bagaimana mekanisme pembiayaan dan pemasarannya.

Dian menyatakan platform learning hub APHI akan memiliki interkoneksi pengembangan dan pemasaran dengan RFBSH Kadin dengan asosiasi-asosiasi di bawahnya yang melibatkan pelaku usaha lebih luas.

Wakil Ketua Komite Tetap Kadin Bidang PPKL yang juga Project Manager RFBSH Kadin Rukmantara menyatakan bukan hal mudah untuk mengubah orientasi bisnis kehutanan yang telah berlangsung sejak tahun 1970-an.

“Sejak tahun 1970-an orientasi bisnis kehutanan adalah kayu. Kini kita menuju ekosistem yang berbeda dengan mengoptimalkan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu,” katanya.

Dia mengatakan akan banyak tantangan yang dihadapi dalam implementasi multi usaha kehutanan. Meski demikian, dia memastikan Kadin sebagai mitra pemerintah akan berupaya semaksimal mungkin agar implementasi multi usaha kehutanan berhasil.

Kadin dengan banyak asosiasi-asosiasi di bawahnya bisa memfasilitasi business matchmaking antara produsen hasil hutan bukan dengan off taker di tingkat industri.

Menurut Rukmantara upaya Kadin untuk mendorong multi usaha kehutanan mulai gencar dilakukan sejak tahun pertengahan tahun 2022 lalu.

Sejak saat itu sudah lebih dari 200 pihak yang terlibat mulai dari pemerintah pusat-daerah, PBPH, asosiasi, hingga LSM.

“Implementasi multi usaha kehutanan yang sudah ada perlu diperkuat agar lebih efektif,” katanya.

Dia menuturkan, banyak potensi hasil hutan bukan kayu yang sesungguhnya bernilai tinggi namun tidak banyak diketahui publik secara luas.

Misalnya daun ujung atap. Tanaman semak-semak ini bisa dimanfaatkan oleh industri jamu karena memiliki khasiat untuk meredakan demam, bahan penyegar tubuh yang lelah, juga pengusir nyamuk.

Di tingkat petani, harga daun ujung atap ini hanya sekitar Rp2000 per kilogram. Namun di tingkat pengepul harganya bisa mencapai Rp35.000 per kilogram dalam keadaan kering.

Ada juga madu kelulut yang diyakini memiliki khasiat lebih tinggi dibandingkan madu lebah biasa. Selain untuk pasar ekspor, pemanfaatan madu juga potensial di pasar domestik karena masih bisa terus dipromosikan.

Saat ini konsumsi madu masyarakat Indonesia hanya sekitar 50 gram per kapita per tahun. Bandingkan dengan konsumsi madu di Jepang yang sudah mencapai 1,2 kilogram per kapita/tahun dan Amerika Serikat yang mencapai 1,6 kilogram per kapita/tahun.

Dalam diskusi tersebut dipaparkan upaya implementasi multi usaha kehutanan dari PT Ekosistem Khatulistiwa Lestari dan PT Restorasi Ekosistem Indonesia. Dalam diskusi juga dibahas tentang perlunya kepastian kawasan PBPH untuk menjamin kepastian dan kelestarian usaha yang dijalankan. ***  

- Advertisement -spot_img

More Articles