Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerima banyak permohonan untuk pemanfaatan jasa lingkungan penyerapan dan penyimpanan karbon.
Hal ini terjadi seiring dengan dibukanya skema multiusaha kehutanan pada Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) seperti diatur dalam Undang-undang Cipta Kerja dan Turunannya.
Pemanfaatan hutan untuk jasa karbon juga sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai FOLU Net Sink 2030. Meski demikian pelaku usaha membutuhkan kepastian regulasi untuk kepastian usahanya.
Direktur Bina Usaha Pemanfaatan Hutan KLHK Istanto menyatakan dengan adanya UUCK kini ada rekonfigurasi pemanfaatan hutan dimana usaha kehutanan tidak lagi hanya fokus pada komoditas kayu saja tetapi juga non kayu dan jasa lingkungan.
“Model bisnis multi usaha kehutanan bisa diterapkan pada PBPH seperti sudah diatur pada UUCK,” kata Istanto pada Diskusi Publik: “Menjaga Hutan, Menjaga Indonesia” secara daring, Kamis, 16 Juni 2022.
Istanto menuturkan sudah ada beberapa permohonan yang mengajukan izin untuk pemanfaatan jasa lingkungan. “Yang masuk ke kami sudah ada sekitar 80-an permohonan, sebagian besar arahnya untuk jasa karbon,” kata Istanto.
Dia mengungkapkan pemanfaatan jasa lingkungan bisa dilakukan di kawasan hutan produksi maupun hutan lindung. Bahkan pada kawasan hutan yang masuk dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB), pemanfaatan jasa lingkungan bisa diberikan.
“Karena kegiatannya justru untuk pemulihan tutupan hutan dan lingkungan,” kata Istanto.
Pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Presiden No 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon untuk mendukung berkembangnya ekosistem bisnis usaha pemanfaatan karbon. Menurut Istanto, saat ini sedang disiapkan aturan pelaksana terhadap ketentuan itu di tingkat KLHK.
“Ada beberapa Permen (Peraturan Menteri) yang sedang disiapkan dan segera diterbitkan,” katanya.
Istanto mengatakan pemanfaatan karbon dan usaha pemanfaatan hutan secara lestari lainnya akan mendukung tercapainya komitmen Indonesia FOLU Net Sink 2030.
Ini adalah komitmen untuk mencapai kondisi dimana penyerapan gas rumah kaca (GRK) di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and Other Land Use/FOLU) sudah berimbang atau lebih besar dibandingkan emisinya.
Sekjen Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto mengatakan untuk mendukung FOLU Net Sink 2030, pelaku usaha kehutanan ditargetkan untuk melakukan rehabilitasi, pengayaan hutan maupun pengembangan hutan tanaman di areal seluas 8,5 juta hektare untuk meningkatkan serapan karbon.
“Investasi harus didorong karena ini beyond business as usual. Jadi perlu insentif agar target tersebut bisa tercapai,” katanya.
Purwadi mengatakan implementasi model bisnis multi usaha kehutanan dengan pola agroforestry untuk menghasilkan komoditas bernilai tinggi cukup menjanjikan.
Dia juga mengatakan pemanfaatan jasa karbon bisa menjadi pengungkit kelayakan usaha sehingga mampu mendorong beroperasinya beberapa PBPH yang saat ini tidak aktif.
Bentuk insentif yang bisa diberikan bisa berupa tax holiday, keringanan pajak, atau pemanfaatan Nilai Ekonomi Karbon.
CEO PT Rimba Makmur Utama (PT RMU) Dharsono Hartono mengatakan saat ini banyak investor yang tertarik untuk berinvestasi di bidang pemanfatan jasa karbon. Pasalnya, pemanfaatan jasa karbon dinilai menjanjikan sekaligus punya dampak positif pada perbaikan lingkungan.
“Penting bagi pemerintah Indonesia untuk memberikan kejelasan aturan untuk pemanfaatan Nilai Ekonomi Karbon,” katanya.
PT RMU merupakan salah satu PBPH yang menerapkan model bisnis restorasi ekosistem sejak awal. Mengelola areal seluas 157.000 hektare di Kalimantan Tengah yang berupa lahan gambut dalam satu kesatuan.
Pengelolaan yang dilakukan bisa mencegah emisi setara 7,5 juta ton gas rumah kaca setara karbondioksida (CO2e) setahun.
Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University Profesor Dodik R Nurrochmat mengatakan untuk pemanfaatan karbon, pemerintah perlu mengembangkan pasar karbon yang mudah diakses oleh semua pihak termasuk oleh pelaku usaha skala masyarakat.
“Perlu mekanisme yang sederhana agar pasar karbon dapat diakses secara mudah bagi semua pihak,” katanya.
Untuk itu pemanfaatan sistem informasi menjadi keharusan. Dia mendukung semua kegiatan pemanfaatan karbon didaftarkan dalam Sistem Registri Nasional untuk kemudian selanjutnya dikembangkan pasar yang mudah diakses semua orang. ***