Aktivitas restorasi ekosistem dan konservasi keanekaragaman hayati menjadi salah satu yang diandalkan untuk mencapai komitmen Indonesia FOLU Net Sink 2030.
Pelaksanaanya butuh kerja sama seluruh pihak karena dilakukan di dalam dan di luar kawasan hutan dalam satu kesatuan bentang alam.
Sekretaris Tim Kerja Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hanif Faisol Nurofiq menjelaskan FOLU Net Sink adalah kondisi dimana tingkatan serapan gas rumah kaca (GRK) pada sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and Other Land Use/FOLU) sudah seimbang atau lebih tinggi dibandingkan tingkat emisinya pada tahun 2030.
“Indonesia punya modality yang kuat untuk mencapai komitmen itu,” kata Hanif dalam diskusi daring Pojok Iklim yang diikuti dari Jakarta, Rabu 22 Juni 2022.
Diantaranya adalah terus turunnya laju deforestasi karena aksi korektif pengelolaan hutan yang dilakukan.
Pada tahun 2020 deforestasi tercatat 115 ribu hektare yang merupakan terendah dalam beberapa tahun terakhir.
Selain itu berdasarkan pemantauan hutan Indonesia tahun 2021, luas lahan berhutan di seluruh daratan Indonesia mencapai 94,1 juta hektare atau 50,2% dari total daratan.
Dimana 92,1% atau 86,7 juta hektare dari luas lahan berhutan itu berada di dalam kawasan hutan.
Tercapainya Indonesia’s FOLU Net Sink didukung oleh sejumlah aktivitas. Termasuk diantaranya adalah restorasi ekosistem dan konservasi keanekaragaman hayati.
Direktur Bina Pengelolaan dan Pemulihan Ekosistem KLHK Ammy Nurwati mengatakan untuk restorasi ekosistem akan mencakup pengelolaan gambut dan pengelolaan hutan lestari dengan luas ekosistem yang akan dipulihkan mencapai 200 ribu hektare.
Sementara untuk konservasi keanekaragaman hayati akan dilakukan di dalam kawasan konservasi (taman nasional, cagar alam, dll) maupun di kawasan yang termasuk dalam hutan bernilai konservasi tinggi (HCV/High Conservation Value).
“Hasil inventarisasi hutan HCV yang ada di luar kawasan konservasi seluas 43 juta hektare,” kata Ammy.
Dia mengatakan perlu kerja sama multi pihak yang bukan hanya melibatkan lintas kementerian dan lembaga tapi juga pemangku kepentingan lainnya termasuk pemerintah daerah dan swasta.
“Karena untuk hutan HCV kita bekerja di luar kawasan konservasi,” katanya.
Head of Landscape Conservation, Health Safety & Environment APP Sinar Mas Jasmine NP Doloksaribu mengatakan pihaknya mendukung penuh tercapainya Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 melalui berbagai kegiatan restorasi ekosistem dan konservasi keanekaragaman hayati
Jasmine menuturkan, APP Sinar Mas dan mitra-mitra memiliki areal perlindungan seluas 593.058 hektare di dalam konsesi Perizinan Berusahaan Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang tersebar di 5 provinsi.
“Tahun 2019 APP Sinar Mas melakukan analisis tutupan lahan berbasis citra satelit, hasilnya 366.440 hektare areal perlindungan tersebut dalam keadaan good condition,” katanya.
Sementara sisanya 127.519 hektare perlu direstorasi. Sampai dengan tahun 2021 realisasi restorasi sudah mencapai 38.097 hektare.
“Kami menargetkan 95% (dari areal perlindungan) itu mencapai kondisi good condition pada tahun 2030 atau lebih cepat.
Jasmine mengungkapkan pihaknya melakukan pemantauan kawasan hutan yang dikelola dengan mengggunakan teknologi satelit.
Data yang diterima menjadi deteksi dini jika ada tanda-tanda perubahan tutupan lahan yang diawali aktivitas perambahan atau pembakaran lahan.
“Data pemantauan hutan melalui satelit itu bisa diakses semua pemangku kepentingan untuk akuntabilitas dan transparansi,” katanya.
Jasmine menjelaskan untuk kegiatan restorasi dilakukan dengan 3 metode. Yaitu pengayaan berupa penanaman untuk meningkatkan jumlah pohon dengan spesies lokal, eradikasi spesies invasif, dan suksesi alami.
Restorasi juga dilakukan di puncak kubah gambut. Caranya dengan mengalihkan areal produksi yang ada di puncak gambut menjadi areal perlindungan dan merehabilitasinya.
Selanjutnya dilakukan pembangunan sekat-sekat kanal untuk perbaikan hidrologisnya
Jasmine mengatakan pihaknya menjalin kerja sama dengan lembaga penelitian dan juga para pihak terkait untuk memastikan program restorasi yang dikerjakan berjalan dengan baik. Kerja sama juga melibatkan masyarakat setempat.
Sonya Dewi, ICRAF country programme coordinator of Indonesia mengatakan kegiatan pemulihan ekosistem juga bisa dilakukan dengan pola agroforestry.
Dia menyambut baik pola agroforestry sudah tercantum dalam Rencana Operasional FOLU Net Sink dan dirancang untuk merehabilitasi lahan seluas 4,3 juta hekatre.
Sementara itu peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Profesor AYPBC Widyatmoko mengingatkan dalam kegiatan restorasi ekosistem sebaiknya tidak hanya memanfaatkan jenis lokal tapi juga sumber daya genetik lokal.
“Karena restorasi ekosistem itu tujuannya mengembalikan ke kondisi awal, jadi materi genetiiknya harus diperhatikan,” katanya.***