Menerapkan perencanaan pengembangan suatu wilayah hingga terwujud hasil pembangunan yang nyata memerlukan beberapa prasyarat, antara lain, perencanaan disusun secara “Bottom Up” sesuai kebutuhan wilayah tersebut.
Kemudian, hasil perencanaan dari daerah diusulkan ke Bappenas dan setelah disepakati maka disusun payung kebijakannya, berupa Peraturan Presiden.
Dalam penerapannya, dilaksanakan sinkornisasi program yang melibatkan lintas kementerian, sedang mobilisasi pendanaan diintegrasikan lewat program program lintas-kementerian/lembaga, pendanaan dari daerah, serta pendanaan lewat kerjasama pemerintah dengan badan usaha dan dukungan badan badan internasional.
_________
Demikian kesimpulan Diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), Rabu 21 Februari 2024. Diskusi dipimpin Ketua Komite Kebencanaan & Pengembangan Wilayah CTIS, Dr Idwan Soehardi, yang juga mantan Deputi Menteri Ristek.
Dalam Paparan Dr. Djoko Hartoyo, Asisten Deputi Kemenko Marinvest, berjudul ”Pengembangan Kawasan Rebana dan Jawa Barat Bagian Selatan”, diperlihatkan konsep perencanaan pembangunan yang disusun Bappeda Provinsi Jabar, kemudian secara berjenjang diusulkan ke Pemerintah Pusat.
Konsep yang sudah matang tadi lalu dipaparkan oleh Menko Marvest dihadapan Presiden RI dalam Rapat Kabinet Terbatas dan setelah rancangan perencanaan pembangunan disetujui maka diterbitkan Keputusan Presiden No.87 tahun 2021 Tentang Percepatan Pembangunan Kawasan Rebana dan Kawasan Jawa Barat Bagian Selatan. Wilayah ini memang memiliki tingkat kemiskinan penduduk yang masih tinggi, Indeks Pembangunan Manusia nya masih rendah dan tingkat pengangguran juga tinggi. Ini yang harus diubah.
Oleh sebab itu, Kawasan Rebana difokuskan pada pembangunan kawasan baru dengan inti Kota Cirebon, dua pusat ekonomi baru, yaitu Pelabuhan Internasional Patimban dan Bandara Internasional Kertajati, serta didukung kabupaten sekitar, yaitu Kabupaten Cirebon, Sumedang, Majalengka, Subang, Indramayu dan kabupaten Kuningan. Sedang Pengembangan Kawasan Jawa Barat Selatan mencakup Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasimalaya dan Kabupaten Pangandaran.
Dipaparkan Djoko bahwa ada 81 Proyek/Program di kawasan Rebana dengan total anggaran Rp234 triliun, sedang di Wilayah Jawa Barat Selatan terhimpun 89 Proyek/Program dengan total anggaran Rp158 trilyun.
Proyek dan Program ini lalu dimasukkan kedalam perencanaan Bappenas, sedang untuk pelaksanaannya diawasi BPKP dengan koordinasi, sinkronasi dan pengendalian kegiatan oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi.
Pembangunan kawasan dengan total anggaran Rp392 trilyun ini mencakup pembangunan sektor jalan dan jembatan, pembangunan sektor jalan tol, pembangunan sektor infrastruktur, seperti pembangunan pengaman pantai dan breakwater, Pembangunan Sektor Pasar dan Perguruan Tinggi, diantaranya pembangunan Politeknik di Majalengka, Pembangunan Sektor Sarana dan Prasarana Pemukiman, Pembangunan Sektor Perhubungan diantaranya reaktivasi beberapa jalur kereta api di Jawa Barat yang sudah lama tidak berfungsi, Pembangunan Kawasan Industri, serta pembangunan kawasan pertanian.
Djoko Hartoyo menyampaikan bahwa perencanaan terintegrasi dengan program tersusun rapi, di bawah payung hukum yang jelas membuat para investor luar negeri juga tertarik untuk turut berinvestasi. Misalnya, pembangunan jalan tol dari Pelabuhan Patimban ke Tol Cipali yang dibiayai oleh JICA Jepang. Juga pembangunan Politeknik di Majalengka yang lahannya disediakan oleh Pemda, pembiayaannya didukung Kemendibudristek dan Kemen PUPR, sedang pihak swasta dari Korea Selatan tertarik untuk membiayai secara hibah pengecatan seluruh bangunan Politeknik ini dengan garansi 5 tahun.
Para peserta diskusi sepakat bahwa pola pembangunan wilayah terintegrasi seperti ini, dari perencanaan yang “Bottom Up”, dan didukung multi-pemangku kepentingan serta memiliki aspek legalitas yang kuat, sangat mungkin untuk direplikasikan di wilayah lain di Nusantara ini.***