Jumat, 26 Juli 2024

Paparkan Capaian Perbaikan Tata Kelola Kehutanan, APHI Ajak UE Promosikan SVLK

Latest

- Advertisement -spot_img

Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) mengajak Uni Eropa melakukan promosi bersama Sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian (SVLK) untuk semakin memperkuat upaya Indonesia dalam memperbaiki tata kelola kehutanan mendukung pengendalian perubahan iklim.

Ketua Umum APHI Indroyono Soesilo mengatakan Indonesia dan UE telah menjalin kesepakatan kemitraan sukarela untuk penguatan tata kelola kehutanan, hukum, dan perdagangan (FLEGT-VPA) sejak tahun 2013.

Berdasarkan kemitraan tersebut, UE mengakui sertifikat legalitas dan kelestarian (SLK) Indonesia yang diterbitkan berdasarkan SVLK dan menjadi satu-satunya lisensi FLEGT (FLEGT License) yang diakui hingga saat ini.

Indroyono mengingatkan UE punya kewajiban untuk mempromosikan lisensi FLEGT sesuai dengan pasal 13 dalam FLEGT VPA.

“Pasal 13 harus diimplementasikan untuk mendukung implementasi lisensi FLEGT,” katanya saat menerima Duta Besar UE untuk Indonesia Vincent Piket di kantor APHI, Jakarta, Kamis 30 Juni 2022.

UE plus Inggris adalah salah satu pasar utama produk kayu Indonesia. Tahun 2021 lalu ekspor produk kayu Indonesia ke UE plus Inggris mencapai 1,1 miliar dolar AS.

Untuk tahun ini, ekspor menunjukkan peningkatan mencapai 20% month to month, dimana sampai Mei 2022 ekspor tercatat sebesar 539,3 juta dolar AS berbanding 450,4 juta dolar di tahun 2021.

Meski menjadi salah satu pasar utama, namun ekspor produk kayu ke UE sesungguhnya masih relatif kecil dibandingkan dengan potensi yang ada. Saat ini pasar produk kayu UE bisa mencapai 51 miliar dolar AS per tahun.

“Indonesia butuh dukungan dan kerja sama untuk memperluas pangsa pasar karena Indonesia sesungguhnya telah memiliki SVLK yang telah diakui sebagai lisensi FLEGT,” kata Indroyono.

Dalam kesempatan tersebut, Indroyono memaparkan capaian perbaikan tata kelola kehutanan yang telah Indonesia capai terutama tahun-tahun belakangan di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Diantaranya adalah terus turunnya areal kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Berdasarkan data Sistem Informasi Pengendalian Karhutla (Sipongi) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Luas karhutla pada tahun 2019 sempat mencapai 1,6 juta hektare. Luasnya kemudian berkurang drastis di tahun berikutnya. Tahun 2020 karhutla seluas 296 ribu hektare dan di tahun 2021 seluas 358 ribu hektare.

Sementara untuk tahun 2022 sampai Juni, karhutla terjadi di areal seluas 46.844 hektare dan diharapkan tidak akan mencapai luas 100 ribu hektare.

Selain itu laju deforestasi juga terus menurun. Tahun 2019-2020 lalu luas deforestasi tercatat turun menjadi 115 ribu hektare. Sudah turun mencapai 80% jika dibandingkan dengan catatan pada tahun 2011 yang seluas 613,5 ribu hektare.

Selain capaian tersebut, Indonesia juga memiliki komitmen kuat mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and Other Land Use/FOLU) untuk pengendalian bencana perubahan iklim global.

Dalam dokumen NDC (Nationally Determined Contribution) yang di-submit ke UNFCCC, Indonesia menargetkan untuk mengurangi emisi GRK sebesar 29% dengan upaya sendiri atau 41% dengan dukungan Internasional di tahun 2030. Hampir 60% dari target penurunan emisi GRK tersebut bersumber dari sektor kehutanan.

Indonesia juga telah berkomitmen untuk mencapai FOLU Net Sink pada tahun 2030 seperti sudah dinyatakan pada dokumen LTS-LCCR (Long Term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience).

Berdasarkan dokumen tersebut sektor FOLU diharapkan mampu menyerap emisi GRK sebesar 140 juta ton setara karbondioksida (CO2e). Saat itu tingkat penyerapan GRK sudah lebih tinggi atau seimbang dibanding emisinya (net sink).

Indroyono juga mengundang UE untuk berinvestasi di sektor kehutanan Indonesia guna tercapainya NDC dan FOLU Net Sink 2030.

Pertemuan APHI dan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket membahas tentang penguatan SVLK, Kamis 30 Juni 2022.

Sementara itu Duta Besar Vincent Piket mengapresiasi upaya pemerintah Indonesia dalam upaya penurunan emisi GRK melalui program Indonesia’s FOLU Net Sink 2030.
“Kebijakan ini menunjukkan keseriusan pemerintah Indonesia dalam upaya menurunkan emisi,” katanya.

Vincent Piket juga menjelaskan kesadaran konsumen UE akan produk hijau yang ramah lingkungan semakin menguat. Karenanya, pemenuhan unsur legalitas dan kelestarian menjadi penting.

Dengan capaian perbaikan tata kelola kehutanan di Indonesia ia berharap semakin banyak produk Indonesia yang bisa berkompetisi di pasar UE.

“Saya yakin kerja sama UE dan Indonesia dalam aspek legal dan kelestarian dapat terus ditingkatkan,” paparnya.

Terkait pasal 13, Duta Besar Vincent Piket berharap dapat menjadi salah satu butir pembicaraan yang akan dibahas dalam pertemuan tingkat tinggi UE dan Indonesia pada semester II/2022.

Ia juga menambahkan pihaknya siap untuk terus bekerja sama dalam memperkuat implementasi dan promosi SVLK. ***

More Articles