Pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) menjadi salah satu solusi untuk pengurangan emisi karbon dan pengendalian perubahan iklim. Selain itu, pengembangan EBT juga akan mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 8%.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Eddy Soeparno mengatakan target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Presiden Prabowo membutuhkan suplai energi yang besar.
“Suplai energi di Indonesia selama ini didominasi energi fosil. Pada tahun 2024 ini hanya 13,9 persen bauran EBT. Padahal Indonesia memiliki potensi EBT hingga 3.700 GW,” kata Eddy saat menyampaikan pidato kunci pada sesi diskusi panel bertajuk “Driving the Renewable Revolution: Unleashing Indonesia’s Renewable Energy Ambition” di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP29 UNFCCC di Baku, Azerbaijan, Rabu, 13 November 2024.
Eddy menekankan tentang pentingnya mengakselerasi transisi energi memanfaatkan EBT. “Karena itu dibutuhkan akselerasi transisi energi agar bauran EBT di Indonesia semakin besar dan berdampak pada udara yang lebih bersih dan bebas emisi,” lanjutnya.
Eddy mengakui ada tantangan ada tantangan yang harus dihadapi dalam pengembangan EBT di antaranya adalah dari sisi regulasi, investasi sampai dengan teknologi.
“Karena itu kami di Komisi VII dan ketika di Komisi XII DPR RI saat ini terus mendorong Rancangan Undang-Undang EBT. Begitu juga tantangan dalam investasi yang besar dan juga inovasi serta teknologi bidang energi terbarukan yang masih harus dikembangkan,” ungkapnya.
Sementara itu Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan, saat ini kapasitas terpasang EBT sebesar 13,8 GW dan ditargetkan mencapai 31,7 GW pada tahun 2030.
Eniya mengungkapkan, beberapa sumber-sumber energi terbarukan di Indonesia yang potensi ketersediaannya mencukupi bahkan beberapa melimpah seperti adalah solar (3.294 GW), angin (155 GW), air (95 GW), arus laut (63 GW), BBN (57 GW) dan panas Bumi (23 GW).
Untuk sumber energi panas bumi yang potensinya sangat besar dan berperan penting dalam mewujudkan Net Zero Emission, Eniya mengatakan, sudah menawarkan pengembangannya kepada investor.
CEO Pertamina New & Renewable Energy John Anis menjelaskan pihaknya memiliki banyak program untuk meningkatkan kapasitas pemanfaatan EBT.
“Kami memiliki banyak program, namun ini didasarkan pada apa yang kami sebut sebagai strategi pertumbuhan ganda. Karena kita masih memerlukan bahan bakar fosil, namun lebih bersih, dan pada saat yang sama kita harus mulai beralih ke bisnis rendah karbon. Jadi kami memaksimalkan bisnis tradisional sekaligus mengembangkan bisnis rendah karbon,” kata John Anis.
“Untuk mengakselerasi transisi energi dan merealisasikan target 75 GW listrik berbasis EBT hingga 15 tahun mendatang, diperlukan kolaborasi agar investasi dan pengembangan EBT menjadi lebih agresif di Indonesia dan menjadi lebih mudah diakses dengan harga terjangkau bagi masyarakat,” kata John. ***