Sabtu, 27 Juli 2024

Kejar Target 20.000 Kampung Iklim, Pentahelix Pengendalian Perubahan Iklim Berkolaborasi

Latest

- Advertisement -spot_img

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menargetkan pembentukan 20.000 kampung iklim sebagai upaya pengendalian perubahan iklim di tingkat tapak.

Lima pilar utama dalam pengendalian iklim atau disebut sebagai Pentahelix pun berkolaborasi untuk mencapai tujuan tersebut.

Pentahelix pengendalian perubahan iklim adalah pemerintah, akademisi, swasta, LSM, dan media massa.

Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Laksmi Dewanthi menjelaskan pelibatan masyarakat di tingkat tapak, baik di level desa, dusun, kampung, menjadi salah satu kunci keberhasilan pengendalian perubahan iklim. 

“Emisi karbon sebagai penyebab perubahan iklim tidak bisa lepas dari kegiatan antropogenik, dan dari sisi dampak masyarakatlah yang langsung merasakan berbagai dampak akibat terjadinya perubahan iklim tersebut, sehingga masyarakat perlu diperankan sebagai aktor sebenarnya dalam upaya pengendalian iklim,” katanya saat pembukaan Rapat Koordinasi Teknis Program Kampung Iklim (Proklim) tahun 2022, di Jakarta, Kamis, 31 Maret 2022.

Laksmi mencontohkan aksi yang bisa dilakukan masyarakat di tingkat tapak misalnya efisiensi penggunaan energi, pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga, limbah peternakan dan pertanian, dan pengelolaan lahan agroforestry berkelanjutan.

ProKlim telah berjalan selama satu dekade sejak dicanangkan pada Tahun 2012. Hingga tahun 2021 telah terdaftar sebanyak 3.270 lokasi Kampung Iklim di seluruh Indonesia dan ditargetkan akan ada 20.000 kampung iklim pada tahun 2024 mendatang.

Pada sesi diskusi yang berlangsung, Jumat 1 April 2022, lima pilar pentahelix berbagi pengalaman dalam mendukung pengembangan kampung iklim.

Head of Partnership and Engagement APP Sinar Mas Trisia Megawati menjelaskan berkontribusi pada pengendalian perubahan iklim merupakan salah satu dari visi perusahaan yang sudah dicanangkan sejalan dengan pencapaian SDG’s (sustainable development goals).

Menurut Trisia, APP Sinar Mas mengembangkan program Desa Mandiri Peduli Api (DMPA) yang selaras dengan Proklim. Melalui program DMPA, masyarakat dibimbing untuk melakukan praktik-praktik pertanian dan agroforestry berkelanjutan.

Dari identifikasi ada 500 desa yang berpotensi menjadi DMPA yang tersebar di Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. 

Saat ini sudah mencapai 394 desa program DMPA yang melibatkan lebih dari 31.000 kepala keluarga. APP Sinar mas mengalokasikan dana dukungan sebesar 10 juta dolar AS untuk program ini.

Menurut Trisia, salah satu ciri khas dari program DMPA adalah melibatkan sepenuhnya masyarakat pada program yang akan dijalankan. “Ini sekaligus akan menjadikan masyarakat sebagai ambassador untuk menularkan pengetahuannya kepada masyarakat lainnya,” kata Trisia.

Program DMPA juga melibatkan banyak kaum wanita. Setidaknya sudah ada 1.000 orang wanita yang terlibat dalam program ini. Salah satu kelompok tani wanita yang sudah berhasil adalah kelompok Mekarwangi yang mengembangkan jahe merah.

“Produksinya sudah mencapai 200 kilogram dengan pendapatan hingga Rp40 juta per bulan. Produk jahe dipasarkan melalui ritel maupun secara online,” katanya.

Menurut Trisia, diantara desa binaan program DMPA tersebut terdapat 213 yang sudah mendaftar dan 147 diantara telah terdaftar pada Sistem Registrasi Nasional (SRN) sebagai kampung Iklim. “Sebanyak 29 diantaranya mendapat penghargaan sebagai Proklim Utama sementara sisanya sebagai proklim Madya dan Pratama,” kata dia.

Sementara itu Basuki Karyaatmadja, Project Manager Forclime FC, sebuah proyek kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Jerman mengungkapkan pihaknya menjalankan proyek penurunan emisi gas rumah kaca di tiga Kabupaten di Kalimantan Timur, yaitu di Kapuas Hulu, berau, dan Malinau.

“Ada 79 kampung atau desa yang terlibat karena berdekatan dengan lokasi proyek,” katanya.

Forclime, kata Basuki melakukan sejumlah intervensi ke masyarakat di desa tersebut untuk mendukung agar lingkungan hutan di sana terjaga. diantaranya dengan peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan.

Masyarakat juga terlibat secara aktif dalam kegiatan penanaman pohon, analisis land and forest cover, perhitungan emisi GRK, dan praktik adaptasi perubahan iklim.

Basuki memberi contoh di Desa Mensiau Malinau, masyarakat dibimbing dalam pengelolaan air bersih, di Desa Labanan berau masyarakat dibina untuk pemanfaatan gaharu, dan Kapuas Hulu, masyarakat dibina untuk pemanfaatan madu tikung.

“Agar pemanfaatan madu berkelanjutan, masyarakat menanam dan menjaga hutan yang menjadi sumber pakan bagi lebah madu,” katanya.

Sementara itu perwakilan Kampung Iklim Lestari dari Desa Batulicin, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Supriadi mengatakan pentingnya pelibatan masyarakat sejak awal dalam program pemberdayaan masyarakat.

“Salah satu kelemahan dari program pemberdayaan masyarakat adalah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan dilibatkan sejak awal, program itu sesuai dengan apa yang masyarakat inginkan,” katanya. ***

More Articles