Jumat, 26 Juli 2024

Kebijakan Ekonomi Hijau Perlu Diakselerasi di Tingkat Mikro

Latest

- Advertisement -spot_img

Pemerintah kini telah mengupayakan arah pembangunan Indonesia menuju target pengurangan emisi karbon dan ketahanan iklim.  Meski demikian, penting untuk mengakselerasi kebijakan itu di tingkat mikro.

Demikian terungkap pada Think Climate Indonesia (TCI) Forum Dialogue bertajuk “Mendukung Upaya Pembaharuan NDC Indonesia guna Mengurangi Dampak Perubahan Iklim”, Kamis 25 Agustus 2022.

Forum membedah praktik dan tantangan yang seringkali dihadapi dalam upaya mengimplementasikan NDC untuk mengurangi emisi karbon di Indonesia dari perspektif pemerintah daerah, think tank, dan organisasi masyarakat sipil.

Direktur Lingkungan Hidup BAPPENAS, Medrilzam, mengatakan pembangunan Rendah Karbon & Berketahanan Iklim menjadi backbone dalam Transformasi Ekonomi Indonesia menuju Ekonomi Hijau.

“Isu perubahan iklim bukan hanya isu lingkungan hidup, tapi juga isu pembangunan” ujar Medrilzam.

Untuk diketahui, sesuai dengan Paris Agreement, Indonesia telah membuat dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) dan mencanangkan komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK).

Pada Juli 2021, Indonesia melakukan pemutakhiran terhadap dokumen NDC. Harapannya, pemutakhiran NDC ini dapat berkontribusi untuk masa depan yang tangguh iklim.

Direktur Eksekutif PATTIRO, Bejo Untung, mengatakan dalam paparannya bahwa peran think tank dalam akselerasi pembangunan berkelanjutan adalah sebagai “penyambung lidah” antara sektor kebijakan, penelitian, dan praktik di masyarakat.

“Hal yang harus di dorong adalah bagaimana lembaga dapat melakukan aksi di tingkat mikro sehingga isu perubahan iklim yang telah ditetapkan bisa mudah dipahami oleh masyarakat,” ujar Bejo.

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional, I Wayan Susi Dharmawan menyatakan pengembangan hasil riset dan inovasi dalam merespon pembangunan yang berorientasi lingkungan sebaiknya tidak hanya berhenti pada hasil akhirnya saja.

Implementasi dari hasil penelitian tersebut perlu untuk dikembangkan agar memberikan hasil-hasil yang nyata di masyarakat.

“Yang dibutuhkan saat ini adalah riset perubahan iklim yang dapat mendorong aksi dengan aplikabilitas tinggi, efisien dan efektif serta mempertimbangkan keberterimaan sosial budaya masyarakat dan kesesuaian dengan kebijakan dan regulasi nasional” ujar Wayan.

Staf Khusus Gubernur Kalimantan Timur untuk Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim, Stepi Hamim, menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sudah menyusun dan mendeklarasikan Dokumen Strategis Penurunan Emisi.

Hal ini diwujudkan dalam penerbitan Regulasi dan Kebijakan Adaptasi & Mitigasi Perubahan Iklim di Wilayah Kaltim 2009-2021. Ia juga menambahkan bahwa penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebagai sasaran dalam RPJMD Kalimantan Timur 2019-2023.

Sementara itu, Pengacara Lingkungan dan Ketua Dewan Yayasan Inobu, Bernadinus Steni, memaparkan bahwa kerja sama dan kolaborasi multi pihak dibutuhkan dalam mencapai keberhasilan intervensi, termasuk peraturan dan kebijakan yang mendukung intervensi regulasi. Ia juga menambahkan kegiatan sosialisasi, pendampingan, dan pelatihan menjadi faktor penting dalam upaya meningkatkan partisipasi dan komitmen masyarakat, guna mencapai pengurangan emisi dan ketahanan iklim.

Anggota Kelompok Tani Hutan Mekar Bakti, Balikpapan, Suin, menambahkan bahwa masalah yang dihadapi oleh kelompok tani di daerahnya kesulitan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi, akses ke pemasaran hasil tani dan olahannya, dan kapasitas perempuan tani dalam pengembangan usaha. ***

More Articles