Rabu, 20 November 2024

Antisipasi Permintaan Turun di Pasar Tradisional, HIMKI Bikin Strategi

Latest

- Advertisement -spot_img

Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) akan mengoptimalkan penetrasi pasar ke negara-negara emerging market untuk mengantisipasi penurunan permintaan dari pasar tradisional.

Hal ini diungkapkan ketua Presidium HIMKI Abdul Sobur pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) HIMKI di Bandung, Jumat, 9 Desember 2022.

Dalam Rapimnas itu  secara khusus  membahas mengenai semakin menurunnya permintaan pasar tradisional.  Kemudian disusun strategi dalam memitigasi dan mengantisipasi jika situasi semakin memburuk dengan mengambil tema “Pemanfaatan dan Optimalisasi Emerging Market”.

“Di Rapimnas ini, baik Kementerian Perindustrian maupun Kementerian Perdagangan berkomitmen untuk membuka pasar-pasar baru di antaranya di India dan Timur Tengah yang memiliki potensi sangat besar untuk produk mebel dan kerajinan nasional,” ujar Sobur.

Dia menjelaskan, ada tiga langkah strategis yang dilakukan HIMKI dalam rangka recovery.  Pertama, maksimalisasi pameran IFEX pada Maret 2023.

Kedua, penetrasi pasar ke negara-negera emerging market dan penambahan saluran pemasaran.

Ketiga, menggarap pasar domestik secara intensif.

Keempat, melakukan pendekatan ke kementerian-kementerian dan lembaga pemerintah dalam rangka pemulihan dan mengurangi hambatan-hambatan.

Langkah-langkah tersebut, ungkap Sobur, perlu dilakukan mengingat kondisi ekonomi  global masih mengalami pelemahan yang dipicu oleh belum pulihnya kondisi ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19 dan adanya perang antara Rusia dengan Ukraina yang membuat hampir semua sektor industri mengalami pelemahan pertumbuhan.

Pertumbuhan global diperkirakan melambat dari 6,0 persen pada 2021 menjadi 3,2 persen pada 2022 dan sebesar 2,7 persen pada 2023. Sementara inflasi global diperkirakan akan meningkat dari 4,7 persen pada tahun 2021 menjadi 8,8 persen pada tahun 2022 tetapi menurun menjadi 6,5 persen pada tahun 2023 dan menjadi 4,1 persen pada tahun 2024.

Sobur mengatakan, di saat luka akibat pandemi atau scarring effect belum sepenuhnya pulih, saat ini risiko ekonomi bergeser ke gejolak ekonomi global yang disebabkan oleh peningkatan inflasi global akibat supply disruption karena pandemi dan perang Rusia-Ukraina yang berpengaruh negatif terhadap pemintaan produk furniture dan kerajinan terutama di pasar tradisional al. Amerika Serikat, Eropa, dan di sebagian negara maju lainnya.

“Melemahnya kondisi ekonomi, inflasi tinggi dan angka pengangguran yang meningkat di waktu yang bersamaan dalam periode tertentu yang menandakan stagflasi ekonomi sedang terjadi,” ujarnya.

Di saat yang bersamaan, paparnya,  orientasi belanja kebutuhan masyarakat dunia juga berubah lebih ke arah kebutuhan esensial atau kebutuhan primer mereka dengan mengurangi belanja terhadap produk sekunder dan tersier seperti kebutuhan peralatan rumah tangga termasuk mebel dan kerajinan. Situasi ini menyebabkan market shock di industri mebel dan kerajinan yang ujung-ujungnya terjadi penundaan bahkan pembatalan order oleh buyer terutama dari Amerika dan Eropa.

Sobur menjelaskan, industri mebel dan kerajinan merupakan industri yang paling terdampak akibat dua hal di atas.  Ekspor mebel dan kerajinan nasional tahun 2022 diperkirakan mengalami penurunan sebesar minus 3,7 persen  dari tahun 2021, menjadi sekitar 3,38 miliar dolar AS.

Ekspor tahun 2021 sebesar  3,47 miliar  dolar AS  atau naik 27,23 persen dari tahun sebelumnya. “Ekspor tahun 2021 merupakan pertumbuhan tertinggi selama 10 tahun terakhir,” ucapnya.

Seperti kita ketahui bersama, di saat terjadi situasi pandemic Covid-19, justru sektor industri mebel dan kerajinan nasional masih menunjukan pertumbuhan yang cukup baik, bahkan secara total tahun 2021 ekspor mengalami lonjakan yang signifikan (27,23 persen), terutama dari AS.

Pertumbuhan itu berasal dari naiknya permintaan dari Amerika Serikat yang merupakan pengaruh positif dari kebijakan stimulus fiskal dari Pemerintah AS yang mendorong meningkatnya pendapatan rumah tangga dan mendukung pengeluaran yang berkelanjutan untuk semua barang, termasuk barang impor. Selain itu adanya kekurangan pasokan mebel dari Tiongkok dampak Trade War memaksa AS melakukan shifting order ke negara di luar Tiongkok  seperti Vietnam, Meksiko, Kanada, Malaysia, Taiwan dan Indonesia.

***

- Advertisement -spot_img

More Articles