Transformasi digital yang berkembang mendukung berbagai inovasi untuk tercapainya Kehutanan 4.0 yang bertujuan untuk mendukung pengelolaan hutan lestari secara lebih efisien, efektif sekaligus mendorong kesejahteraan masyarakat.
Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Hendroyono menyatakan pengelolaan hutan saat ini terus bertransformasi dan melakukan inovasi dalam pemanfaatan teknologi.
“Berbagai sistem digital informasi telah kita bangun,” kata Bambang, dalam Seminar Nasional “Transformasi Digital Mendukung Inovasi Kehutanan 4.0 untuk Ekonomi Hijau dan Penyelamatan Bumi”di Auditorium Gedung Manggala Wanabakti di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Kamis, 25 Maret 2022.
Kehutanan 4.0 dapat diartikan sebagai pengelolaan kehutanan berbasis teknologi yang kontekstual, saling terhubung, dan otomatis, yang erat hubungannya dengan pengelolaan hutan secara cerdas.
Perkembangan teknologi dan sistem informasi di era revolusi industri 4.0 saat ini dapat dimanfaatkan antara lain untuk memantau penurunan laju deforestasi setiap tahun, mengembangkan sistem informasi pengelolaan hutan lestari komprehensif dan terintegrasi untuk menghasilkan produktivitas yang sesuai dengan prinsip lingkungan.
Bambang menyatakan dengan memanfaatkan teknologi digital dan sistem informasi yang berkembang saat ini, diharapkan hasil dari perhutanan sosial dapat dipasarkan secara luas melalui perdagangan online oleh masyarakat demi pemenuhan kebutuhan ekonominya sehari-hari.
Dengan demikian, hutan tidak hanya bisa lestari atau berkelanjutan, tapi masyarakat bisa makin sejahtera, dan pemulihan ekonomi melalui usaha menjual hasil hutan, terutama nonkayu, seperti madu bisa menghasilkan pendapatan yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sementara Pelaksana tugas Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Arifin Rudiyanto menuturkan terdapat tiga komponen utama yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan kegiatan dan sistem pengelolaan kehutanan 4.0, yaitu pengukuran dan pemantauan, perencanaan, serta operasional dan tata kelola.
Ia menjelaskan, komponen pengukuran dan pemantauan kondisi hutan itu meliputi pengukuran areal tutupan hutan dan hutan berdasarkan tata batas yang berlaku, inventarisasi potensi hutan, pemantauan sebaran dan ancaman hutan, serta pemetaan dan pemodelan untuk mendukung perencanaan pengelolaan hutan.
Komponen perencanaan kehutanan mencakup penyusunan rencana pengelolaan dan perlindungan hutan serta penyusunan rencana rehabilitasi dan pemanfaatan hutan.
Sedangkan aspek pelaksanaan operasional dan tata kelola kehutanan meliputi kegiatan perlindungan, rehabilitasi dan pemanfaatan sumber daya hutan, konservasi keanekaragaman hayati, pengendalian perizinan dan penegakan hukum, serta pemetaan mekanisme protokol dan pelaporan kasus kerusakan ekosistem.
Arifin berharap pemanfaatan perkembangan teknologi dan sistem informasi mampu mendukung penyelesaian berbagai permasalahan di sektor kehutanan pada tiga komponen tersebut.
Sementara itu Robert Nasi, Dirjen Cifor, lembaga riset kehutanan Internasional, menyatakan inovasi tidak selalu hanya terkait dengan teknologi atau mekanisasi.
“Inovasi juga sosial seperti kelembagan dan bentuk-betuk tata kelola,” katanya.
Di bidang sosial, inovasi kehutanan yang dimanfatkan termasuk penggunaan aplikasi meeting online dan media sosial untuk merangkul masyarakat dalam pengelolaan hutan secara kolaboratif.
Robert Nasi menyatakan inovasi yang terus berkembang perlu dilakukan untuk memastikan kelestarian hutan sebagai penyangga kehiduan manusia. ***