Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa penelitian yang dilakukan terkait kejadian karhutla di Indonesia harus betul-betul berdasarkan data.
Pemerintah Indonesia juga menegaskan penelitian tidak boleh menggunakan narasi palsu.
Pernyataan itu merespons kajian milik David Gaveau yang diterbitkan Jurnal Earth System Science Data, November 2021.
David Gaveau juga mempublikasikan artikel terkait kajian tersebut di theconservation.com, 17 Desember 2021.
David Gaveau melakukan kajian soal karhutla di Indonesia tahun 2019. Hasil kajiannya, luas karhutla di Indonesia dua kali lipat lebih luas dari data resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menurut Kepala Biro Kerjasama Luar Negeri (KLN) KLHK Dida Migfar Ridha, persoalan ini dimulai saat David Gaveau menerbitkan laporan yang keliru sesaat sebelum konferensi perubahan iklim COP25 tahun 2019.
“Jika dilihat dari waktunya, jelas dimaksudkan untuk melemahkan kredibilitas upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah deforestasi dan kebakaran hutan dan lahan,” kata Dida, Sabtu 15 Januari 2022.
Menurut Dida, setelah publikasi laporan ini, lembaga yang menaungi David Gaveau yakni CIFOR, menyatakan telah menyesali waktu dan terjadi salah langkah dalam mempublikasikan analisis kebakaran tahun ini secara prematur.
CIFOR juga menyatakan bahwa penelitian yang dimaksud belum mematuhi proses yang disebut “pengawasan normal dari proses peer-review yang dilakukan oleh jurnal ilmiah”, dan “bahwa kerusakan hutan primer sangat rendah” di Indonesia.
Proses penelitian tersebut melanggar Undang-undang No 11 tahun 2019 tentang Sistem nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Hal itu kemudian membuat David Gaveau dideportasi dari Indonesia.
Dida menekankan agar dalam mengatasi tantangan terhadap lingkungan, penting untuk membedakan antara narasi palsu dan penelitian berbasis sains.
“Pemerintah Indonesia dengan hormat menyarankan agar David Gaveau mencari panduan tentang praktik terbaik di bidang ilmiah,” katanya.
Berdasarkan data resmi KHLK, luas karhutla pada tahun 2019 adalah 1,65 juta hektare. Upaya pengendalian karhutla yang dilakukan pada tahun 2020 berhasil menurunkan luas karhutla mencapai 82,01% menjadi 296.942 hektare saja.
Pada tahun 2021 luas karhutla Indonesia naik sebesar 15,93% dibanding tahun 2020 menjadi 353.222 hektare.
Kenaikan karhutla terjadi bukan di lahan gambut, melainkan di padang savana, semak belukar dan pertanian lahan kering di NTT.
Jika dibandingkan dengan tahun 2014, saat Presiden Joko Widodo baru menjabat, luas karhutla Indonesia pada tahun 2021 turun seluas 87,06% atau setara 1,5 juta hektare. ***