Aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim melibatkan banyak sektor di tingkat Pusat dan Daerah.
Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi dan kolaborasi untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang sudah dicanangkan dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).
“Jadi eksternalitas lingkungan itu sebetulnya paling kena ke kabupaten-kota. Kalau ada konteks hutan itu naik ke provinsi. Jadi karena eksternalitas itu ada di bawah, maka peran Provinsi sangat besar dalam penurunan emisi GRK dan peningkatan ketahanan iklim,” ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya saat membuka Rapat Kerja Teknis Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (Rakerteknas PPI) di Jakarta, Rabu, 1 Maret 2023.
Perpres Nomor 98 tahun 2021 mengamanatkan provinsi untuk menetapkan baseline dan target penurunan emisi GRK serta ketahanan, rencana aksi, pelaksanaan aksi dan pemantauan.
Pelaksanaan aksi oleh kabupaten dan kota menjadi bagian dari aksi di tingkat Provinsi. Selain itu, terdapat mandat berjenjang dari kabupaten/kota, provinsi dan nasional untuk inventarisasi GRK.
“Dengan pengaturan tersebut, maka pelaksanaan pengendalian perubahan iklim di tingkat nasional dan sektor menjadi kesatuan dengan tingkat daerah, adanya alignment, atau ada keterkaitan dan koherensinya. Kemudian, menggunakan metodologi yang sama, tidak terjadi double counting dan dapat menghasilkan kinerja yang dalam measurement, reporting, dan verificationnya satu arah atau MRV-able,” tutur Menteri Siti.
Selain itu, Menteri Siti mendorong agar potensi REDD+ dari seluruh wilayah hutan Indonesia dimaksimalkan untuk mendapatkan insentif, memperkuat enabling condition, dan mencegah perpindahan unit karbon ke luar negeri, sehingga target NDC dan Indonesia FOLU Net Sink 2030 dapat tercapai. ***