Anak-anak muda, berpendidikan sarjana dengan latar belakang multi-disiplin ilmu, berinovasi membuat perahu listrik untuk wahana transportasi di sungai dan danau di Indonesia.
Ide mereka tadi lalu dituangkan ke desain rancang-bangun, untuk membuat sebuah perahu menggunakan energi baru terbarukan (EBT), bersistem hybrid yaitu gabungan energi gas sintetis penggerak generator listrik untuk mengisi baterai listrik, dengan energi panel surya yang dipasang di atap perahu.
“Ini akan menjadi perahu bertenaga listrik, rendah emisi, penerapan teknologinya sederhana dan cocok untuk desa desa yang memiliki sungai dan danau di Indonesia,” demikian dikatakan Arief Noerhidayat, Managing Director Comestoarra Bentarra Noesantarra pada Diskusi Center for Technology & Innovation Studies (CTIS), di Jakarta, Rabu, 26 Februari 2025.
Dalam Paparannya yang berjudul “Perahu Listrik Untuk Wilayah Perairan Indonesia”, dimoderatori Dr. Ridha Yasser, Asisten Deputi Energi dan Telekomunikasi, Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Arief mengawalinya dengan memperkenalkan teknologi olah sampah di sumbernya (TOSS) guna menghasilkan bahan baku pellet biomassa untuk pembangkit tenaga listrik.
Bahan baku datang dari beragam sumber sampah organik, termasuk enceng gondok. Pellet biomassa ini lalu dimasukkan ke gasifier guna menghasilkan gas sintentis, yang lalu dipakai menggerakan generator listrik. Listrik yang dihasilkan digunakan mengisi baterai listrik.
Baterai listrik itulah kemudian dibawa ke perahu dan berfungsi sebagai penggerak baling-baling perahu dan siap berlayar. Cadangan listrik pada perahu juga dipasok dari panel-panel surya yang dipasang pada atap perahu listrik.
“Kami mengembangkan mini gasifier guna menghasilkan gas sintetis yang kemudian dipakai untuk menggerakkan generator listrik. Listrik yang diproduksi bisa mencapai 10.000 Watt, 25.000 Watt, hingga 50.000 Watt, ini cocok untuk listrik di Desa Desa,” ungkap Arief, yang perusahaan start-up nya sudah membuat gasifier pembangkit listrik energi biomassa 10.000 Watt di Palembang, 30.000 Watt dan 50.000 Watt di Klungkung, Bali.
Ide perahu listrik ini kemudian ditangkap oleh PT. Pupuk Sriwijaya, Palembang dan menugasi Arief dan perusahaan start-up nya, Comestoarra Bentarra Noesantarra, untuk membuat satu prototipe Perahu Listrik tadi didukung dana Corporate Social Responsibility (CSR) guna dipakai sebagai sarana transportasi di Sungai Musi, jalur Pulau Kamaro – Kota Palembang.
Energi listrik yang dihasilkan setara BBM seharga Rp3.800 per liter. Perahu listrik ini dicoba dengan bensin Pertalite, yang harga ecerannyanya di Sungai Musi sekitar Rp13.000 per liter.
Apabila dibutuhkan 5 liter Pertalite per hari, maka harganya Rp65.000 per hari, sedang dengan pellet energi biomassa, harganya Rp19.000 per hari.
Hasil uji coba, perahu listrik ini beroperasi sangat baik, sehingga berhasil dibangun perahu listrik kedua untuk transportasi di Sungai Musi ini.
Peserta Diskusi, Dr. Ali Alkatiri, Asisten Deputi Kementerian Usaha Kecil dan Menengah (UKM), sangat mendukung kegiatan ini, sebagai solusi pengembangan usaha di pedesaan.
Konsultan UKM, Trihandoyo MSc, menyambut positif keterangan Arief bahwa masyarakat juga sudah diberi pelatihan untuk memelihara semua peralatan perahu listrik ini, yang teknologinya tidaklah terlalu sulit.
Mereka berdua sepakat untuk mengusulkan adanya paparan dihadapan Menteri UKM, Maman Abdurrachman, guna dapat didorong mobilisasi pendanaan pembangunan perahu perahu listrik ini di seluruh Indonesia, antara lain, melalui dana dana CSR.

Uji Coba Perahu Listrik Bertenaga Hybrid, yaitu Baterai dan Panel Surya, di Sungai Musi, Palembang
Menurut Arief Noerhidayat, seluruh biaya pembuatan kapal, mesin, panel surya lengkap dengan gasifiernya adalah sekitar Rp141 juta. Sebagai tindak lanjut, moderator Dr. Ridha Yasser, merencanakan untuk memasukkan produk ini kedalam E-Katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. (LKPP) agar bisa di akses oleh Kementerian/Lembaga, serta Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota.
Mengingat bahan baku untuk gasifiernya datang dari enceng gondok, yang merupakan tanaman perusak lingkungan, terutama merusak lingkungan danau-danau pembangkit listrik tenaga air (PLTA), seperti di Rawa Pening, Jawa Tengah, Waduk Saguling dan Cirata di Jawa Barat, serta Danau Toba di Sumatera. Nampaknya, tanaman enceng gondok ini bisa menjadi solusi untuk pembersihan danau, sekaligus menghasilkan bahan baku biomassa pembangkit listrik.
Arief menjelaskan bahwa nilai kalori dari enceng gondok tadi sekitar 4.000 Kcal/Kg dan cukup untuk membuat gas sintetis pembangkit generator listrik untuk mengisi baterai perahu listrik tadi. ***