Perusahaan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) didorong untuk memanfaatkan sampah organik sebagai pupuk kompos dalam pembangunan hutan tanaman industri (HTI).
Langkah itu akan mengoptimalkan penyerapan emisi karbon sehingga memperbesar potensi Nilai ekonomi Karbon (NEK).
Kepala Badan Standardisasi Instrumen Kementerian Lingkungan Hidup dan kehutanan Ary Sudijanto menjelaskan bahwa penanaman pohon pada HTI saat ini bukan hanya untuk produksi kayu tetapi juga untuk mendukung tercapainya target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) seperti yang tertuang dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) dan Long Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTSLCCR).
Lebih lanjut Ary mengatakan, potensi penyerapan karbon dalam pembangunan HTI bisa semakin ditingkatkan salah satunya dengan pemanfaatan sampah organik. Penggunaan pupuk kompos akan mengurangi penggunaan pupuk kimia yang merupakan salah satu sumber emisi gas rumah kaca (GRK).
Menurut Ary, pemanfaatan pupuk kompos dari sampah organik akan menguntungkan bagi PBPH HTI untuk mendapat manfaat dari NEK.
“Pemanfaatan pupuk kompos dari sampah organik akan meningkatkan integritas karbonnya. Makin tinggi tata kelola karbon-nya, makin tinggi nilainya. Sehingga harapan revenue-nya tidak hanya dari kayu,” kata Ary pada talkshow yang digelar saat Festival Lingkungan, Iklim, Kehutanan, dan Energi Baru dan Terbarukan, di Jakarta, Sabtu, 10 Agustus 2024.
Ary mendorong PBPH HTI untuk menjadi off taker kompos dari sampah organik masyarakat. Hal itu akan selaras dengan target Zero Waste yang sudah dicanangkan KLHK dimana pada tahun 2030 tidak ada lagi sampah yang tidak terkelola.
“HTI punya potensi besar sebagai off taker pupuk kompos dari sampah organik. Apalagi, rotasi kegiatannya terus menerus,” katanya.
Data KLHK per Agustus 2024, ada 290 PBPH HTI dengan luas areal konsesi 10,8 juta hektare. Total PBPH tercata 591 unit dengan luas areal konsesi 30,1 juta hektare.
Sekjen Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto mengatakan pupuk digunakan pada hampir semua kegiatan HTI. “Mulai dari persemaian, penyiapan lahan tanpa bakar, penanaman, hingga pemeliharaan, semuanya menggunakan pupuk,” katanya.
Purwadi mengatakan, sejumlah perusahaan HTI sudah memanfaatkan pupuk organik dalam kegiatannya. Menurut dia, pemanfaatan pupuk organik menjadi insentif bagi masyarakat binaan HTI.
“Sebagai contoh, produk pupuk kompos oleh masyarakat Desa Dataran Kempas yang dimanfaatkan oleh PBPH PT Wirakarya Sakti dan PT Rimba Hutani Mas. Masyarakat mendapat omset cukup signifikan per bulannya,” katanya.
Lebih lanjut Purwadi menyatakan tentang pentingnya pencatatan penggunaan pupuk non organik pada HTI untuk dimasukkan dalam perhitungan Inventarisasi GRK berbasis lahan hutan. Hal ini untuk melengkapi data sektor pertanian.
_________
Sementara itu Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Profesor Dodik R Nurrochmat mengatakan pengembangan HTI adalah salah satu opsi yang paling tepat untuk mendongkrak pendapatan per kapita masyarakat Indonesia sambil tetap memangkas emisi karbon.
“Kenaikan pendapatan per kapita seringkali menghadapi trade off kenaikan emisi karbon. Dengan HTI, maka pendapatan per kapita naik, dan pada saat bersamaan dilakukan offset karbon,” ujarnya. ****