Perum Perhutani menerapkan pola agroforestry seluas 203.148 hektare pada tahun 2021 lalu.
Melibatkan masyarakat desa hutan, pola agroforestry dilakukan untuk memproduksi sedikitnya 62 komoditas.
“Tahun 2021 lalu kontribusi komoditas dari agroforestry cukup signifikan,” kata Kepala Departemen Pembinaan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani Herta Pari dalam diskusi ‘Menjaga Hutan, Menjaga Indonesia’, Rabu 13, Juli 2022.
Sesuai peraturan perundang-undangan, Perhutani dan anak-anak usahanya memiliki mandat untuk mengelola kawasan hutan seluas 3,6 juta hektare. Luas tersebut sekitar 3% dari luas kawasan hutan Indonesia.
Dari luas tersebut seluas 2,4 juta hektare yang ada di Jawa dikelola langsung oleh Perhutani sementara sisanya seluas 1,2 juta hektare yang ada di luar Jawa dikelola oleh anak-anak perusahaan Perhutani.
Herta menjelaskan pengelolaan hutan di Jawa penuh tantangan.
Pasalnya Jawa merupakan pusat pemerintahan, perekonomian, dan perindustrian yang butuh jaminan bebas bencana alam termasuk yang disebabkan oleh kerusakan hutan.
Di sisi lain, Pulau Jawa juga merupakan pulau dengan penduduk terpadat di Indonesia. Sebagian besar penduduk itu sangat bergantung pada hutan untuk penghidupan.
Oleh sebab itu, dalam pengelolaan hutannya, Perhutani pun mengimplementasikan pola agroforestry.
“Agroforestry akan melibatkan masyarakat secara langsung untuk pengelolaan lahan yang mengombinasikan antara tanaman kayu dan tanaman semusim atau tanaman lainnya sehingga terbentuk secara ekologis dan ekonomis,” kata Herta.
Dia melanjutkan, penerapan pola agroforestry juga merupakan bagian dari program strategis atau quick win yang diimplementasikan Perhutani untuk mengatasi krisis pangan yang kini mulai mengancam seiring situasi geopolitik global.
Herta menjelaskankan, agroforestry di Perhutani dikerjakan hampir seluruhnya dengan melibatkan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang beranggotakan masyarakat setempat.
“Dalam praktiknya dibuat perjanjian kerja sama antara LMDH dengan Kepala KPH setempat,” kata Herta.
Sampai saat ini setidaknya ada 62 komoditas yang dikembangkan dengan pola agroforestry. Komoditas tersebut ada yang terkait dengan ketahanan pangan seperti padi, jagung, dan kedelai.
Ada juga yang terkait dengan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) seperti kopi, cengkeh, kelapa, kacang tanah, dan durian.
Lalu ada juga komoditas tebu yang dilakukan dengan 6 mitra di bawah payung Permen LHK No P.81/2016. Terakhir ada agroforestry madu.
Herta mengungkapkan produksi hasil agroforestry Perhutani cukup besar pada tahun 2021 lalu dimana produksi padi mencapai 11.422 ton, jagung 12.976 ton, kopi 2.616 ton, singkong 3.109 ton, porang 274 ton, dan komoditas lainnya sebanyak 703.692 ton.
“Perhutani membantu program ketahanan pangan dengan mengoptimalkan kawasan hutan dan diharapkan menjaga stabilitas ketersediaan dan gejolak harga pangan,” katanya.
Herta mengatakan, Perhutani bersama sejumlah BUMN juga sedang melaksanakan program Makmur (mari Kita Majukan Usaha Rakyat) yang diluncurkan oleh Kementerian BUMN.
Dalam program tersebut dilakukan pendampingan intensif bagi petani untuk pertanian berkelanjutan. Petani akan mendapat akses modal, sarana prasarana, off taker, maupun lahan garapan.
Kegiatan ini dilakukan di 10 KPH yang ada di Perhutani. 1 KPH untuk padi dan lainnya untuk jagung.***